Ada taksi online, pendapatan taksi konvensional turun 75 persen
Bandung.merdeka.com - Ribuan sopir taksi di Kota Bandung melakukan aksi unjuk rasa di kantor wali kota Bandung, Jalan Wastukancana, Rabu (2/11). Mereka menuntut dihentikannya operasional taksi online berpelat hitam, karena dinilai banyak merugikan sopir taksi konvensional.
Ketua Gabungan Pengemudi Taksi Bandung (GPTB) Tedi Nugraha mengatakan, keberadaan taksi online pelat hitam seperti uber, Go Car dan Grab membuat pendapatan para sopir taksi turun. Dia menyebut penurunan pendapatan hingga 75 persen.
"Kalau kami lihat kami turun (pendapatan) di 75 persen. Makanya jangankan untuk dibawa ke rumah, untuk setoran saja tidak mampu,"Â ujar Tedi kepada wartawan di sela aksi.
Dia menyebut dalam sehari setiap sopir taksi di Bandung rata-rata memberikan uang setoran sebesar Rp 200 ribu. Namun dengan adanya taksi online ini membuat pendapatan mereka semakin turun.
"Boleh kami lihat setoran itu rata-rata di atas Rp 200 ribu lebih. Belum bensinnya. Sampai saat ini saja dapat Rp 100 ribu aja sudah untung. Ini yang dirasakan teman-teman. Data ini kami dapatkan dari survey di lapangan. Jadi ini berdasarkan aspirasi teman-teman, kami tidak mengada-ada," katanya.
Tedi menilai, Pemkot Bandung dinilai telah melakukan pembiaran terhadap operasional taksi online pelat hitam di Kota Bandung. Padahal mereka tidak memenuhi syarat-syarat sesuai yang diatur dalam ketentuan hukum.
"Enam bulan ini kami bertahan terus ditekan di lapangan kenyataannya seperti itu (taksi online masih beroperasi). Jangankan untuk setoran untuk makan saja kami tidak mampu. Tolong ini diperhatikan kami ini masyarakat kecil," katanya
Tedi mengaku, pihaknya sangat terbuka dengan keberadaan taksi manapun, namun dengan catatan mematuhi aturan yang ada.
"Kami menerima atau kami welcome mau dari manapun, mau dari taksi online atau dari mana. Asalkan selama mematuhi ada aturan ada koridor yang harus ditempuh. Jangan dibiarkan seperti ini," pungkasnya.