Kembangkan ilmu biologi sintetik, gadis ini terbang ke Inggris

user
Farah Fuadona 11 Januari 2016, 14:36 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Mungkinkah susu kambing  bisa menghasilkan serat anti peluru? Atau bakteri yang menghasilkan obat? Pertanyaan tersebut bisa dijawab melalui ilmu biologi sintetik atau disingkat synbio (synthetic biology).

Synbio termasuk bidang bioteknologi, ilmu yang menggabungkan sains dan teknologi bermanfaat serta banyak diperlukan masyarakat saat ini. Synbio termasuk ilmu baru, di Indonesia belum banyak pakar atau ahli yang mendalami ilmu ini. Padahal di negara lain ilmu ini sudah berkembang pesat.

Bahkan menurut Ari Dwijayanti, alumnus ITB yang kini kuliah di Inggris, sekarang abadnya bioteknologi.“Synthetic Biology merupakan ilmu baru yang memiliki potensi pengembangan dan aplikasi yang cukup luas nanti ke depannya. Apalagi mengingat abad ini adalah abad bioteknologi, belajar Synbio akan membuka peluang agar Indonesia bisa berkiprah juga di bidang bioteknologi,” kata Ari, kepada Merdeka Bandung.

Ari adalah satu dari sebagian kecil sarjana Synbio di Indonesia. Ia lulus sebagai sarjana S1 Mikrobiologi ITB 2008 – 2012, kemudian di kampus yang sama meraih gelar Master Bioteknologi (2012 – 2013).

Saat ini ia mendapat beasiswa dari Pemerintah Indonesia melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk studi doktoral Synbio di Imperial College London, Inggris. Ia mentargetkan bisa lulus 2019 mendatang.

Perempuan berkerudung ini mendefinisikan synbio sebagai ilmu yang menggabungkan sains dan teknologi untuk memprogram sel hidup sesuai perintah yang diinginkan.

“Aplikasi synbio beragam, mulai di bidang kesehatan, energi, pangan, dan lainnya,” kata ketua tim peneliti Biosensor Aflatoxin, yakni penelitian tentang deteksi racun penyebab kanker pada kacang-kacangan sepereti jagung dan padi. Dalam ajang International Genetically Engineering Machine (IGEM) 2013, Biosensor Aflatoxin mendapat medali perak.

“Biosensor mungkin salah satunya. Selain itu, misalnya susu kambing yang bisa menghasilkan serat anti peluru, tanaman yang bisa berpendar, bakteri yang menghasilkan obat, dan lainnya,” tambah perempuan kelahiran Pati, Jawa Tengah ini.

Ia menjelaskan, ilmu synbio saat ini berkembang cukup pesat di negara-negara maju dan baru berkembang kurang dari dua dekade. Menurutnya, orang Indonesia mulai banyak yang mempelajari ilmu ini dengan cara sekolah di negara-negara yang lebih dulu mengembangkan synbio.

Menurutnya, salah satu negara yang sedang gencar mengembangkan synbio adalah Inggris. Pemerintah Inggris memasukkan synbio sebagai program riset utama. Sehingga banyak dana riset dan fasilitas synbio yang didirikan.

Selain itu, kata Ari, London sebagai kota besar di dunia yang memiliki networking bagus di bidang industri, bisnis, kreatif, yang mendukung pengembangan synbio. Ia menuturkan, atmosfer synbio di London sangat kental, tiap bulan bisa ditemukan workshop ataupun seminar di bidang synbio.

Ari juga menemukan start up company bidang Synbio di London. Sedangkan di bidang akademik, Inggris memiliki banyak universitas top dan ahli synbio.

Center for Synthetic Biology and Innovation, Imperial College London, tempat Ari studi bisa dibilang tempat terbaik untuk belajar synbio. “Karena memiliki ahli-ahli synbio, fasilitas yang memadai, juga atmosfer penelitian serta networking yang sangat mendukung,” terangnya.

Sebagai ilmu yang terkait rekayasa genetik atau sel, muncul tudingan bahwa synbio sebagai 'playing God.' Itu sebabnya ilmu ini sulit berkembang di Indonesia.

Namun Ari menepis asumsi tersebut. Menurutnya, kurangnya perkembangan synbio di Indonesia karena ilmu tersebut termasuk ilmu baru. “Indonesia masih sedang belajar dan mencari potensi pengembangan ilmu ini. Jadi masih butuh waktu untuk bisa berkembang di Indonesia,” ujar pendiri komunitas biologi sintetis di Indonesia, Biologi Sintetis ITB Club.

Ia berharap, lima tahun lagi Indonesia sudah memiliki research center di bidang Synbio dengan peneliti-peneliti handal dalam negeri. Ari sendiri setelah sepulangnya dari Inggris nanti akan mengembangkan ilmunya di Indonesia.

Kredit

Bagikan