PT Dirgantara Indonesia siap produksi 12 unit pesawat N219 per tahun

user
Farah Fuadona 23 Agustus 2017, 17:25 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah melakukan test flight kedua purwarupa pesawat N219 di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara, Rabu (23/8). PT DI menargetkan pesawat sudah lolos seluruh rangkaian tes pada tahun 2018. Sehingga pada tahun 2019 pesawat N219 sudah dapat dipasarkan.

Direktur Produksi PT DI, Arie Wibowo mengatakan, setelah mendapat sertifikat laik terbang dari Kementerian Perhubungan dan production certificate, pesawat N219 sudah siap untuk memasuki pasar. Pihaknya yakin dapat memproduksi pesawat N219 sebanyak 12 unit per tahun.

"Tahapan produksi, hari ini kita bisa membuat 12 pesawat per tahun. Kalau double fasilitas harus ditambah, gedung ditambah. Kalau SDM enggak perlu karena banyak juga dari kita dan bisa banyak buka lowongan," ujar Arie kepada wartawan saat ditemui di sela uji terbang.

Arie mangatakan, untuk target pasar prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setelah itu baru merambah untuk pangsa pasar luar negeri.

Arie mengungkapkan, untuk harga satu unit pesawat N219 yakni sebesar 6 juta dollar Amerika atau Rp 83 miliar. Menurutnya harga ini jauh lebih murah bila dibandingkan dengan pesawat sejenisnya seperti Twin Otter buatan Kanada yang dibanderol dengan harga 7-8 juta dollar Amerika.

"Kita harus membuktikan kita bisa lulus seluruh rangkaian test. Tapi untuk mencapai hal itu kita harus mencapai development fly test, gathering data, kita analisa dan kita buktikan by fly berkisar 300 jam untuk dapat sertifikasi. Intinya secara kualitas dan kualifikasi tidak jauh berbeda dengan pesawat sejenis buatan luar negeri," katanya.

Arie mengungkapkan berbagai keunggulan yang dimiliki pesawat N219. Menurutnya pesawat N219 didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama wilayah perintis. Sehingga memiiiki kemampuan short take off landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil, bisa self starting tanpa bantuan ground support unit.

Untuk take off, pesawat N219 hanya membutuhkan jarak lintasan 300 meter. Berbeda dengan Twin Otter yang membutuhkan jarak pacu hingga 600 meter. "Jadi sangat cocok untuk digunakan di wilayah terpencil yang memiliki jarak landasan pacu yang terbatas," katanya

Selain itu lanjut Arie, pesawat N219 juga menggunakan teknologi avionik yang lebih modern dan banyak digunakan di pasaran yakni Garmin G-1000 dengan Flight Management System yang di dalamnya sudah terdapat Global Positioning System (GPS), sistem Autopilot dan Terrain Awareness and Warning System.

"Pesawat pertama N219 ini juga memiliki kecapatan (speed) maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol. Ini sangat penting terutama saat memasuki wilayah yang bertebing-tebing, diantara pegunungan-pegunungan yang membutuhkan pesawat dengan kemampuan manuver dan kecepatan rendah," ungkapnya.

Kredit

Bagikan