Berjualan cuanki, mahasiswa ini jadi perwakilan pelajar ke Thailand

user
Farah Fuadona 21 Desember 2015, 12:00 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Tingginya biaya pendidikan, membuat kuliah menjadi barang mewah. Hal ini dirasakan Hasanudin, 21 tahun, mahasiswa STAI Persis Bandung. Untuk bisa kuliah, ia harus nyambi membuat cuanki, bakso kering khas Bandung.

Pria yang akrab disapa Hasan ini memasok Cuanki buatannya kepada teman-teman di kampus, pedagang cuanki, juga kepada kakak-kakaknya yang berjualan Cuanki di lingkungan kampus. Hasil dari jualan cuanki, ia tabung untuk biaya kuliah. “Tiga kakak saya jualan cuanki, dua di antarnya jualan di Kampus UIN. Nama Cuankinya Master Chef,” kata Hasan, kepada Merdeka Bandung.

Tidak hanya itu, Hasan juga harus ikut membantu biaya dua adiknya yang masih sekolah. Putra keenam dari 11 bersaudara yang lahir dari keluarga petani Garut ini menuturkan, tadinya kakak-kakaknya memintanya jangan kuliah, tetapi langsung kerja agar bisa membantu adik-adiknya yang masih sekolah.

“Tetapi saya tetap ingin kuliah, dengan sekolah saya ingin merubah kehidupan keluarga. Kakak-kakak saya pun akhirnya mendukung, asal saya harus membantu adik-adik saya,” ujarnya.
 
Hasan mulai memproduksi cuanki kering sejak 2013. Setiap hari, pria asal Garut ini harus membagi waktu antara membuat cuanki dan kuliah. Selain itu, ia juga sibuk di organisasi pers kampus, Savana, dan menjadi ketua umumnya. Praktis tak ada waktu luang baginya.

Ia merasa beruntung bergabung dengan organisasi pers kampus. Teman-teman sesama aktivis turut membantu. Selama kuliah, ia numpang tidur di Sekretariat Savana di Jalan Ciganitri, Bandung.
“Di Savana kita makan bareng, belajar bareng. Kita saling menolong. Tidak terbayang jika tidak ada teman-teman Savana,” ujarnya.

Saat ini, mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam ini baru memasuki semester lima. Masih ada tiga semester lagi yang harus ditempuh. Saban ganti semester, ia selalu khawatir tidak bisa membayar kuliah. “Tetapi kalau terus usaha, Alhamdulillah selalu ada jalan,” ucapnya.

Tahun ini, ia sedikit bernafas lega karena adiknya yang kuliah di jurusan Biologi UIN, Ilmi Nurjamilah, 19 tahun, mendapat beasiswa. Sehingga untuk sementara ia tinggal fokus memikirkan biaya kuliahnya dan adik satunya lagi, Rinrin Ratna Maida, 17 tahun, yang masih SMA.

“Saya ingin menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak semua manusia. Asal ada kemauan pasti ada jalan,” ujarnya mahasiswa yang pernah menjadi perwakilan Indonesia untuk studi di Thailand.

Kredit

Bagikan