Pesan kakek penjual balon ini menyentuh banget

user
Muhammad Hasits 02 Maret 2017, 11:40 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Langkahnya begitu berat. Jari kakinya kusam. Alas kaki berupa sandal japit yang digunakan sudah butut. Suaranya begitu berat menjawab pembeli yang menghampirinya, sebab pendengarannya sudah tidak sempurna.

Begitu juga saat merdeka.com, menjumpainya, baru-baru ini di kawasan Jalan Cimanuk, Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.

Dia adalah Tarma. Orang-orang mengenalnya Pak Tarma. Diakui kakek itu, usianya kini sudah 94 tahun. Delapan tahun sudah lamanya, Pak Tarma mengitari jalanan di Kota Kembang ini untuk bertahan hidup dengan menawarkan aneka balon.

Rute yang biasa ditempuh cukup lumayan jika itu harus dengan cara berjalan kaki. Pagi hari ada di sekitar Taman Lansia, Jalan Cimanuk. Siang harinya jika masih bertenaga langkahnya menapakkan ke Simpang Dago. Biasanya rute terakhir ada Bandung Indah Plaza (BIP) Jalan Merdeka atau kawasan Jonas, Jalan Banda.

Diperkirakan jika rute ini ditempuh sepenuhnya, Pak Tarma berjalan kaki sekitar tujuh kilometer. "Ya begini saya setiap harinya. Jualan balon. Jalan kaki," kata Pak Tarma membuka perbincangan dengan merdeka.com dengan suaranya yang terbata-bata.

Balon dengan beberapa figur-figur kartun ini dia jual Rp 10 sampai Rp 15 ribu. Balon biasanya ditawarkan ke orang dewasa yang sedang membawa anak-anak kecil. Sehari dirinya membawa lima sampai 10 balon. Kadang ludes, tapi jika tak mujur balon-balon itu kembali dibawa pulang dengan utuh.

"Kalau laku ya bisa habis. Tapi kalau lagi enggak beruntung enggak laku," ucap bapak tujuh anak ini.

Dia mengaku pernah satu ketika ada anak-anak yang merengek menginginkan balon itu pada orang tuanya. Entah alasan apa, orangtua itu tidak membelikannya. "Ada yang nangis-nangis pengen balon anaknya. Ya sudah saya kasih saja," ucapnya dengan logat sunda.

Yang cukup membuat getir hati, dia berucap rezeki itu tidak akan tertukar. Sehingga dengan ikhlas dirinya selagi bisa juga harus bisa memberikan kebahagiaan pada orang lain. ‎"Saya juga punya cucu. Kalau cucu ingin apa-apa rasanya kasihan kalau enggak dipenuhi," terang dia yang mengaku lupa dengan jumlah cucunya.

Dia mengaku mengapa diusianya yang hampir menginjak satu abad masih berjuang di jalanan dengan menawarkan balon. Terlontar ucapan, bahwa dirinya malu jika harus mengemis. Selagi bisa berusaha kenapa tidak kalau masih bisa mencari rezeki tanpa menengadahkan tangan dengan berharap belas kasihan. Begitu juga jika harus minta pada anak-anaknya yang sudah punya kesibukan masing-masing.

"Harusnya orang seusia saya sudah libur (istirahat di rumah). Tapi ini ngebela-belain untuk makan sama urusi istri yang sakit-sakitan di Garut. Jadi bukannya enak. Apalagi kalau di kasih hujan mah repot," kata dia yang merupakan warga Kabupaten Garut ini.

Kini Pak Tarma itu mengontrak di rumah petak di kawasan Jalan Progo Kota Bandung. Kadang ada anaknya yang menemani tapi tak jarang juga sendiri. "Kalau ada anak saya ya lumayan bantu niupin balon buat dijual. Karena saya sudah enggak begitu kuat kalau tiup balon setiap hari sendiri," imbuh dia dengan sembari tersenyum.

Dia akhir perbincangan, dia berpesan pada generasi muda untuk selalu memiliki sifat jujur. Di usianya yang sudah senja, manfaat jujur itu begitu terasa. Tidak lupa juga iringi doa dan usaha sebagai bentuk ikhtiar.

"Dengan jujur saya merasa sehat, rezeki barokah. Apapun yang dijalani kita harus jujur," paparnya.

Kredit

Bagikan