Mantan anggota geng motor ini insyaf, kini rajin tulis puisi

user
Mohammad Taufik 15 Desember 2015, 13:52 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pemuda pelit senyum ini bernama Kristiawan. Umurnya 19 tahun. Dia mantan anggota salah satu geng motor paling disegani di Bandung. Pernah merasakan lapas anak, tapi setelah keluar insaf dan malah rajin menulis puisi.

Kini dia aktif di komunitas Transparans 18, sebuah komunitas binaan KAP Indonesia. Ia rajin mengikuti berbagai program komunitas seperti diskusi bersama anak termarjinalkan, belajar fotografi, hingga bermain teater dan menulis puisi.

Sampai kini dia mengaku sudah menulis sekitar 250 puisi. "Suatu saat saya akan menyusunnya jadi buku puisi," katanya saat berbincang dengan Merdeka Bandung, beberapa waktu lalu.

Menjadi penyair adalah salah satu cita-citanya. Bahkan dia bertekad puisinya nanti akan lebih baik dari puisi-puisi yang sudah ada.

Kristiawan menuturkan, kenakalannya terjadi semasa SMP hingga menjelang SMA. Waktu itu dia masuk geng motor yang kerjanya tawuran, malak pedagang, kebut-kebutan, terjerat narkoba dan kerap pulang malam. "Dulu jika lagi nongkrong kemudian dengar ada kenalpot bising, kita kejar," ujarnya.

Aktivitasnya di geng motor membuat sekolahnya terbengkalai. Sekolah hanya sampai kelas satu di sebuah SMK di Bandung.

Suatu hari di 2014, ia sedang membantu membangun rumah orangtuanya di kawasan Ledeng, Bandung. Tiba-tiba dia dituduh melakukan pencurian. Padahal ia tidak mengetahui pencurian tersebut. Tetangganya juga menguatkan bahwa ia tidak mencuri. Pada hari terjadinya pencurian, banyak saksi melihatnya tidak ke mana-mana.

Entah salah tangkap atau bagaimana, dia akhirnya disidang di pengadilan. Hakim memutusnya bersalah dan harus mendekam 7,5 bulan penjara.

Waktu itu dia sudah berusia 18 tahun, sudah termasuk usia dewasa. Namun dengan suatu cara, ia masih bisa masuk lapas anak. "Kalau saya masuk lapas dewasa, bisa habis saya," katanya.

Di lapas anak itulah ia diajak masuk komunitas Transparans 18. Di sana anak-anak berkumpul dan berkreasi. Mereka melakukan berbagai kegiatan dan saling berbagi wawasan, mulai dari pengetahuan umum, kesehatan hingga kesenian.

"Dari situ saya mulai berubah. Di komunitas saya banyak kenangan, banyak teman, berbagi ilmu, memperdalam fotografi, seni dan puisi," katanya.

Ia tidak ingin mengulang masa lalunya. "Masa lalu saya begitu, terus mana bisa masa depan saya begitu lagi," ujarnya.

Ia pun mulai merancang jalan untuk meraih cita-citanya. "Saya punya tiga cita-cita, pertama ingin membesarkan ilmu silat saya, kedua jadi seniman teater dan puisi, ketiga ingin menjadi penerus almarhum ayah saya di bidang otomotif," kata anak pertama dari enam bersaudara ini.

Untuk meraih jalan itu, ia pernah aktif dengan kelompok teater Lakon dari UPI dan pernah menjadi tokoh Sangkuriang yang dipentaskan di Dago Tea House. Ia juga pernah ikut mentas dengan seniman Iman Soleh ke Jakarta.

Ia ingin membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi tulang punggung keluarga, memberi contoh pada lima adiknya yang masih kecil-kecil. "Saya adalah penerus ayah saya," ujarnya.

Ia kini kembali ke sekolah, mulai dari kelas 1 SMA. "Saya sekolah di SMA Nusantara 1 Bandung. Sekarang kelas 1 lagi karena sekolah yang dulu tidak selesai," kata pria berdarah Kalimantan-Sunda ini.

Setelah itu, ia ingin melanjutkan kuliah. "Ayah sampai SMP, ibu saya SMA. Saya harus lebih dari mereka. Insya Allah saya bisa kuliah," katanya menegaskan.

Kredit

Bagikan