Potret Aung San Suu Kyi menyimpan tanda tanya bagi bagi kaum minoritas

user
Farah Fuadona 01 April 2016, 19:23 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Bagi Indonesia, demokrasi sudah lama ditapaki meski masih diwarnai kegaduhan di sana-sini. Sedangkan rakyat Myanmar (dulu Burma) masih menempuh jalan panjang menuju demokrasi, di bawah ancaman junta militer.
 
Di tengah ancaman itu, Aung San Suu Kyi tampil sebagai sosok ibu rakyat Myanmar. Perempuan berjuluk “The Lady” ini ditampilkan fotografer Prancis, Christophe Loviny, lewat pameran foto Aung San Suu Kyi: A Portrait in Worlds and Pictures di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA), Bandung.
 
Pameran 1-14 April ini bertepatan dengan peringatan Konferensi Asia Afrika yang ke-61, suatu momen pembebasan negara Asia-Afrika dari kolonialisme. Maka pameran foto tentang Suu Kyi dinilai relevan dengan semangat KAA.

Potret Aung San Suu Kyi
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana



Loviny memamerkan foto-foto peraih Nobel Perdamaian itu dengan pendekatan biografis. Pengunjung seperti diajak menyelami perjalanan hidup sang tokoh yang kharismatik di masa perjuangan, yang selalu dipuja rakyatnya.
 
Sosok Suu Kyi yang berdiri di tengah kerumunan massa mengingatkan pada para pendiri Indonesia, sebut saja Soekarno yang mampu menyihir rakyat hanya dengan kehadirannya.
 
Loviny memotret Suu Kyi yang berada di tengah lapangan atau di jalan di tengah antusiasme rakyat Myanmar. Perempuan yang selalu tampil dengan baju lengan panjang dan ikat rambut bunga-bunga itu ibarat peneduh massa yang merindukan kebebasan dari rezim otoriter junta militer.
 
Loviny mengabadikan antusiasme rakyat itu dengan menampolkan foto kerumunan rakyat di tanah lapang, sebagian naik ke atas pohon. Rakyat rela berjejalan demi melihat lambaian tangan Suu Kyi.
 
Loviny juga menampilkan foto-foto Suu Kyi di masa kecil, foto bersama ibu bapaknya, dan foto sewaktu gadis. Di antara foto hitam-putih keluarga itu, Loviny memberi narasi bahwa Suu Kyi lahir di Rangoon 19 Juli 1945.
 
Ketika usianya baru dua tahun, ayah Suu Kyi, Jenderal Aung San, dibunuh pesaingnya.  Jenderal Aung San adalah tokoh yang berperan besar dalam memerdekakan Myanmar dari Inggris.
 
Di luar heroisme itu, Loviny menyajikan foto Suu Kyi sebagai manusia biasa yang jauh dari aksi massa. Ada foto ketika Suu Kyi membaca buku untuk mengisi waktu hukuman tahanan rumah yang dijatuhkan rezim, ada foto Suu Kyi yang sedang menguap, menidurkan bayi buah penikahannya dengan Michael Aris.
 
Loviny menampilkan hasil jeptetannya selama mengikuti Suu Kyi antara 1996-2012, ketika Suu Kyi dikenakan tahanan rumah oleh rezim militer hingga dia memenangkan pemilu bersama partai yang didirikannya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Pada 13 November 2015,  Suu Kyi dan NLD menang telak dalam pemilu nasional.
 
Namun di luar pameran foto yang menampilkan sosok prodemokrasi Suu Kyi, hingga kini Myanmar didera masalah genosida yang dilakukan kelompok mayoritas terhadap minoritas, antara lain pembantaian warga Rohingnya yang memicu gelombang pengungsian termasuk ke Indonesia.
 
Selama konflik berbau SARA itu, Suu Kyi terkesan diam. Pun di saat NLD meraih kemenangan dalam pemilu. Sikap diam itu membuat banyak pihak yang mempertanyakan keberpihakan Suu Kyi terhadap minoritas sebagaimana disyaratkan dalam sebuah negara demokrasi.

Potret Aung San Suu Kyi
© 2016 merdeka.com/Iman Herdiana



 
Pascamemenangkan pemilu, Suu Kyi pernah berkata kepada Loviny bahwa prioritas pertama untuk Myanmar adalah memecahkan masalah warga minoritas. Suu Kyi sangat berhati-hati dalam menghadapi masalah minoritas mengingat kaum fundamentalis di Myanmar sangat kuat dan memiliki akses ke militer.
 
Sebagai orang yang pernah berada di “lingkaran” Suu Kyi, Loviny juga menuturkan, saat ini Myanmar baru akan memasuki babak baru sebagai negara demokrasi. Di sisi lain, kata penulis buku foto biografi Che Guevara ini, rezim militer masih memiliki kekuatan, memiliki 25 persen kursi di parlemen.
 
“Aung San Suu Kyi mengatakan kepada saya bahwa jalan menuju demokrasi masih panjang, dan mungkin dia akan mati sebelum ia melihatnya,” kata Christophe Loviny, yang menggelar jumpa pers pameran bertajuk Aung San Suu Kyi: A Portrait in Worlds and Pictures di Museum Asia Afrika, Bandung, Jumat (1/4).
 
Untuk diketahui, Christophe Loviny adalah fotografer yang mengkhususkan diri di negara-negara Asia Tenggara. Karyanya terbit dalam berbagai buku dan media. Ia juga aktif mengajar fotografi dan membuat dua festival fotografi, yakni Photo Festival Angkot (2005) dan Foto Festival Yangon (2009).

Kredit

Bagikan