'Saat mereka kembali, Bandung seperti kota mati'


Bandung.merdeka.com - Beberapa tahun pasca-Bandung Lautan Api, pengungsi berangsur-angsur kembali ke Kota Bandung, Jawa Barat. Waktu itu Bandung seperti kota mati, masih ada sisa-sisa bangunan terbakar.
Peristiwa tersebut direkam dalam buku 'Saya Pilih Mengungsi' yang diterbitkan Bandung Heritage Society dan Balai Purbakala, Nilai Sejarah dan Tradisi Jawa Barat, dengan tim penulis Ratnayu Sitaresmi, Aan Abdurachman, Ristadi Widodo Kinartojo, Ummy Latifah Widodo dan penyelia Suwarno Darsoprajitno (2013).
Tim penulis menuturkan, pada 1948 banyak pengungsi yang mulai kembali ke Bandung. Sebelumnya mereka mengungsi mengikukti keputusan Divisi III (cikal bakal Kodam III Siliwangi) sebagai respon terhadap ultimatum kedua Inggris.
Saat mereka kembali, ternyada ada sebagian warga Bandung yang ternyata tidak ikut mengungsi. Malah rumah-rumah yang sebelumnya ditinggalkan pemiliknya justru sudah ditempati oleh orang lain. Kalaupun rumahnya masih kosong, semua barang di dalam rumah raib dijarah.
Ada juga pengungsi yang langsung bisa menempati rumahnya. Tetapi sebagian besar pengungsi sibuk mengurusi rumah yang hancur dan berusaha memiliki kembali rumah yang sudah ditempati orang lain.
"Ketika pergi mengungsi mereka membawa barang seadanya. Ketika mereka kembali juga dengan barang seadanya. Mereka menghadapi kondisi sosial dan ekonomi sulit," kata tim penulis Saya Pilih Mengungsi sebagaimana dirangkum Merdeka Bandung.
Tim penulis juga menggarisbawahi dampak positif dan negatif BLA bagi Bandung maupun Indonesia. Pertama, adanya kekompakan antara pemerintah sipil, Tentara Rakyat Indonesia atau TRI (embrio TNI) dan rakyat dalam melakukan pengungsian dan pembumihangusan.
Ketaatan tersebut menjadi salah satu nilai tersendiri bagi Inggris, bahwa TRI dan pemerintah sipil di Bandung bersatu padu untuk kemerdekaan. Begitu juga kekompakan rakyat dan militer. Inggris yang di masa BLA sebagai 'pasukan perdamaian' selama ini dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi pemerintahan sipil.
PM Sjahrir yang memimpin jalannya pemerintahan masa itu juga menggunakan peristiwa BLA untuk tawar-menawar dengan Sekutu-Inggris dalam usaha memperoleh konsesi politik, yaitu pengakuan RI secara de facto. Peristiwa BLA juga membuat Inggris 'memaksa' Belanda agar bersedia melanjutkan perundingan dengan RI. Padahal sejak awal Belanda menolak berunding dengan alasan Indonesia adalah negara bentukan Jepang.
Pasca-BLA, Inggris berhasil memaksa Belanda mengikuti perundingan Linggajati 10 November 1946. Meski hasil perundingan ini dinilai merugikan Indonesia, namun tetap memeberikan keuntungan. Sebab setelah itu proses sengketa Indonesia dan Belanda selalu melibatkan dunia internasional, yakni Perserikatan Bangsa Bangsa. Misalnya Agresi Militer Belanda I membawa RI dan Belanda untuk berunding dan menghasilkan perjanjian Renville pada 1948.
Begitu pula setelah Agresi Militer Belanda II pada 1948, PBB membentuk United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dan mendorong RI untuk berunding dengan Belanda hingga menghasilkan perjanjian Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, 27 Desember 1949. Dalam konferensi ini RI diakui kedaulatannya oleh Belanda.
Di samping itu, peristiwa BLA juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah lemahnya bidang militer RI di Jawa Barat membuat Belanda membentuk negara boneka, yakni negara Pasundan pada 1948.
Akibat lemahnya militer itu, terjadi perpecahan di tubuh Divisi Siliwangi yaitu dengan munculnya gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Dampak lain akibat pengosongan Bandung adalah terjadinya pengambilalihan tanah dan bangunan oleh pihak lain, khususnya oleh antek-antek NICA.
Terlepas dari semua itu, salah satu aspek penting dari peristiwa BLA adalah kerelaan kaum republikien Bandung mengorbankan harta bendanya untuk keluar meninggalkan kota tercinta. Hal itu merupakan pengorbanan tidak ternilai harganya demi tegaknya kehormatan dan kedaulatan RI.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak