Martanagara, bapak modernisasi Kota Bandung tempo dulu
Bandung.merdeka.com - Bupati R.A.A Martanagara (1893-1918) dijuluki Bapak Modernisasi Kota Bandung. Di masa pemerintahannya, banyak terobosan di bidang kesehatan hingga transportasi. Nama Martanagara diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Bandung.
Peran Bupati Martanagara diulas dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe yang ditulis 'kuncen' Bandung Haryoto Kunto. Ia menyebutkan, "Martanagara sebagai 'mandor besar' yang memimpin 'koeli pribumi' membangun kota."
Haryoto Kunto menjelaskan, pada peralihan abad ke-19 sampai 20, sebelum Bandung menyandang status kotamadya (gemeente), pejabat yang mengurus kepentingan masyarakat Eropa dan Timur Asing (China, Arab, India) adalah Asisten Residen Priangan. Sedangkan kepentingan masyarakat pribumi ditangani oleh Bupati Bandung.
Martanagara menjadi bupati yang terpelajar masa itu. "Cakap dan memiliki wawasan kebudayaan yang luas," tulis Haryoto.
Martanagara merupakan anak didik Raden Saleh, seorang pelukis abad ke-19 yang termasyhur. Martanagara juga dikenal sebagai sastrawan. Karya yang ditulisnya antara lain Wawacan Batara Rama, Angling Dharma, Babad Nusa Jawa dan lain-lain.
Pada masa pemerintahan Martanagara itulah, lanjut Haryoto, Kota Bandung banyak mengalami perubahan fisik. Sehingga tidak adil jika pembangunan Bandung Paris van Java hanya dilakukan kolonial Belanda saja.
Haryoto mencatat beberapa upaya kreatif Martanagara, misalnya pada akhir abad ke-19, sebagian lahan kota Bandung di bagian selatan masih berupa rawa yang menjadi sumber penyakit malaria.
Untuk mengatasi sumber penyakit itu, Martanagara mengeluarkan kebijakan mengubah lahan rawa menjadi sawah dan kolam ikan.
Martanagara juga mengganti rumah-rumah panggung penduduk pribumi dengan bata dan genting. Ia melatih warga kampung Balubur Hilir, kini kawasan Jalan Watukancana dan Jalan Pajajaran, membuat bata dan genting.
Berkat partisipasi mereka, warga kampung tersebut mendapat pembebasan pajak. Sehingga kampung tersebut disebut Merdeka Lio, maksudnya bebas pajak. Kata 'Lio' dalam bahasa Cina berarti 'genting'.
Martanagara melakukan perombakan terhadap jalan-jalan di kota Bandung. Jalan-jalan yang mudah becek dipadatkan dengan batu-batuan. Ia juga menangani pembangunan jembatan dengan teknik modern. Jembatan yang semula menggunakan bambu dan kayu diganti dengan jembatan dari besi, batu-batu dan tembok.
Menurut Haryoto, Martanagara sempat mencicipi bangku pendidikan di Ambachtschool (sekolah teknik). Selama menjabat bupati, ia sering turun langsung memimpin pembangunan, mungkin istilah sekarang blusukan.
"Konon (Martanagara) punya kebiasaan yang unik. Nongkrongin sendiri pembangunan jembatan. Terkadang berhari-hari ia tinggal di sebuah gubuk mengawasi pekerjaan. Luar biasa dalem (bupati) kita yang satu ini," ungkap Haryoto.
Berkat peran Martanagara pula di sepanjang Grote Postweg (Jalan Asia-Afrika) dibangun kantor dagang perusahaan Eropa, bank dan pertokoan pada 1899. Ia juga ikut membenahi Jalan Braga hingga menjadi daerah perkotaan paling terkemuka di Hindia Belanda.
"Bila kita berbicara tentang awal kebangkitan kota, tak bisa kita menafikan jasa dan karya Martanagara," tulis Haryoto.