Perobekan bendera Belanda di Gedung Denis dalam bingkai buku sejarah

user
Mohammad Taufik 14 Desember 2015, 12:16 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kota Bandung memiliki banyak kisah heroik dalam sejarah revolusi kemerdekaan. Berbagai pertempuran terjadi di berbagai tempat di kota ini. Ketika berbicara perjuangan, orang lebih mengenal peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) daripada peristiwa lainnya.

Pembumihangusan Bandung pada 24 Maret1946 merupakan suatu yang luar biasa. Namun di balik itu terdapat juga peristiwa-peristiwa lain yang menjadi penyokong kejadian besar tersebut.

Salah satu peristiwa yang mendahului pembumihangusan Bandung adalah perobekan bendera Belanda dan pengibaran Merah Putih di Gedung DENIS atau De Eerste Nederlandsch Indische Spaarkas (sekarang Gedung BJB) Jalan Braga pada sekitar September-Oktober 1945. Insiden tersebut membakar semangat para pejuang Bandung. Pelakunya adalah tiga pemuda bernama Bari Lukman, Muhamad Endang Karmas dan Mulyono.

Kisah itu kemudian ditulis dalam sebuah buku berjudul 'Merah Putih di Gedung Denis-Catatan Tercecer di Awal Kemerdekaan'. Buku ini merupakan karya Enton Supriyatna Sind dan Efrie Christianto yang merupakan wartawan senior Harian Umum Galamedia.

Enton mengatakan minimnya dokumentasi dan jarangnya peristiwa tersebut dituturkan, menjadikan insiden di Gedung DENIS seolah terlupakan. Padahal tindakan berani tiga pemuda tersebut bukanlah sebuah perkara remeh temeh yang terjadi pada zamannya, melainkan sebuah tonggak penting dalam mempertahankan kemerdekaan.

"Peristiwa tersebut jarang diungkapkan secara memadai kepada masyarakat luas. Kalaupun ada hanya menjadi kutipan pendek yang merupakan bagian dari sebuah tulisan," ujar Enton saat acara bedah buku Merah Putih di Gedung DENIS yang digelar di Museum Sri Baduga, Jalan BKR, Senin (30/11).

Menurut Enton, insiden di Gedung DENIS serupa dengan peristiwa penurunan bendera Belanda dan pengibaran Sang Merah Putih di Hotel Oranje Surabaya pada 18 September 1945. Peristiwa ini kemudian disusul dengan meletusnya perang 10 November 1945.

"Kisah heroik ini ditulis untuk mengingatkan kembali jasa para pahlawan kepada masyarakat. Juga mengungkap keberadaan Gedung DENIS sebagai saksi sejarah dan merekonstruksi peristiwa tersebut," kata dia.

Selain menjadi saksi sejarah tindakan kepahlawanan para pejuang, Gedung DENIS juga menjadi salah satu monumen peradaban di wilayah Bandung. Gedung DENIS merupakan salah satu karya besar arsitek kelahiran Belanda bernama Albert Frederik Aalbers. Gedung yang berada di persimpangan Jalan Braga - Jalan Naripan tersebut hingga sekarang masih berdiri dalam bentuk aslinya. Rancangannya didasarkan pada corak 'ombak samudera' yang menjadi tren kala itu dan terbuat dari beton.

Sementara itu Efrie Christianto mengatakan proses pengumpulan data untuk buku ini telah dimulai sejak pertengahan 2013 lalu. Untuk pencarian data memerlukan waktu selama satu tahun.

"Selama 3 bulan pertama kita tidak mendapatkan data sama sekali. Kesulitannya, karena pelaku sejarahnya sudah tiada. Akhirnya dapat titik cerah dari kantor veteran di Bandung. Dari situ, muncul nama Endang Karmas. Kemudian kita bertemu dengan keluarganya di Padalarang. Dari situ mulai mengalir data-data," kata Efrie.

Selain memeroleh data dengan mewawancarai keluarga dari para pelaku sejarah, juga dari sejumlah studi literatur. Untuk meyakinkan data yang telah diperoleh lanjut Efrie, dia juga mewawancarai sejumlah saksi sejarah yang berada di sekitar lokasi.

"Sumber wawancara kebanyakan dari keluarga pelaku (sejarah). Untuk memberikan kepastian mengenai peristiwa di Gedung Denis kita juga menyertakan sejumlah saksi sejarah yang berada di lokasi saat peristiwa terjadi yakni Pa Tatang Endan dan Tuti Kartabrata," ungkapnya.

Efrie menambahkan, buku yang ditulisnya ada tiga bagian yakni Hikayat Gedung DENIS, Merah Putih di Gedung DENIS, dan Bukan Kabar Bohong. Di bagian pertama menggambarkan tentang sejarah berdirinya Gedung DENIS. Di bagian kedua, barulah dibahas mengenai peristiwa heroik perobekan warna biru bendera Belanda. Di bagian terakhir berisi kesaksian para pelaku dan mereka yang pernah menyaksikan insiden perobekan bendera Belanda

"Kita sadari bahwa buku ini belum sangat sempurna. Namun setidaknya memberikan sebuah gambaran bahwa Bandung punya peristiwa besar yang harus diketahui oleh warganya," ujarnya.

Sementara itu Sejarawan Unpad Prof. Nina Herlina Lubis mengapresiasi terbitnya buku ini. Sebab buku ini ditulis oleh orang yang bukan berasal dari sejarawan akademis. "Mereka membantu tugas sejarawan. Harusnya ini tugas sejarawan. Apalagi sejarawan akademis ini jumlahnya terbatas dan yang menulis buku sedikit sekali," kata Nina.

Kredit

Bagikan