Di balik sejarah Kaum Cimahi ada kisah peramal Jerman
Bandung.merdeka.com - Hampir di setiap daerah di Jawa Barat terdapat tempat-tempat bernama kaum atau dalem kaum. Tempat ini biasa berlokasi di pusat kota, satu komplek dengan Masjid Agung, alun-alun dan pusat pemerintahan atau pendopo.
Begitu juga dengan Kota Cimahi yang memiliki Kaum Cimahi. Sebagaimana sejarah kota, Kaum Cimahi memiliki kekhasan tersendiri yang berbeda dengan kaum-kaum lain.
Hasil penelusuran Komunitas Tjimahi Heritage, Kaum Cimahi termasuk salah satu tempat paling tua di Kota Cimahi. Posisinya kurang dari satu kilometer dari Masjid Agung Cimahi.
“Kaum Cimahi dulunya permukiman lama atau tua dan tempat tinggal sejumlah orang Belanda, Indo Belanda, Jerman, Indo Jerman yang berbaur dengan pribumi. Sejak lama mereka hidup rukun berdampingan,” kata Ketua Komunitas Tjimahi Heritage, Machmud Mubaraq, kepada Merdeka Bandung, Senin (25/7).
Machmud mengungkapkan, hingga kini masih terdapat keturunan dan peninggalan orang Belanda dan Jerman di Kaum Cimahi. Keturunan mereka sebagian masih menempati rumah-rumah di sekitar kaum.
Salah satunya adalah keluarga Herman Hendrick yang kemudian memilih menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Meski sudah menjadi WNI, keluarga Herman Hendrick masih menjalin komunikasi dengan leluhurnya di Jerman.
“Begitu juga dengan keluarga orang-orang Belanda masih menjalin komunikasi dengan Belanda. Komunikasinya memakai Bahasa Sunda sangat halus, karena dari dulu mereka lahir dan tinggal di Cimahi sebelum beberapa dari mereka ada yang pulang ke Belanda,” tuturnya.
Mengenai keturunan Herman Hendrick, Machmud mengatakan mereka sangat terbuka. Dalam acara Jelajah yang menjadi program rutin Tjimahi, keluarga Herman Hendrick terbuka menerima kunjungan peserta.
“Mereka mau memperlihatkan rumah yang suasananya klasik banget, dengan tekel dan lampu hias yang masih aktif,” katanya.
Herman Hendrick hidup di masa 1944-1980. Dia bekerja sebagai pegawai administrasi perkebunan di Subang. Herman Hendrick adalah Indo-Jerman, ibunya berasal dari Solo.
Setelah pensiun, mereka menetap di Cimahi. “Di masa lalu yang tinggal kawasan kaum bukan tentara, tetapi sipil,” katanya.
Uniknya, sambung Machmud, Herman Hendrick memiliki keahlian meramal. Keahliannya ini cukup dikenal dan menjadi buruan para tamu yang mencari peruntungan.
Para tamu Herman Hendrick kebanyakan dari Batavia, terutama kalangan pejabat. “Sayangnya anak-anaknya tidak ada yang memiliki kemampuan meramal,” kata Machmud seraya tertawa.
Dalam program jelajah bertajuk “Nyucruk Galur Sejarah Kaum Cimahi” itu, Tjimahi Heritage mengundang sejumlah narasumber yang merupakan sesepuh yang tahu seluk-beluk Cimahi, antara lain Cinta Sari yang merupakan perempuan asli kelahiran Kaum Cimahi.