Gedung Merdeka sempat jadi tempat pesta dansa
Bandung.merdeka.com - Gedung Merdeka hingga kini masih tampak kharismatik, pamornya seolah tak pernah luntur. Di bagian luar Gedung Merdeka kini sering menjadi background selfie warga Bandung.
Sedangkan di masa lalu, gedung ini menyimpan catatan sejarah selain Konferensi Asia-Afrika (KAA). Jauh sebelum KAA, Gedung Merdeka menjadi lokasi bersuka ria para bule Belanda ketika nama gedung masih Societeit Concordia.
Societeit Concordia sudah berdiri pada akhir abad ke-19. Dalam buku Wajah Bandung Tempoe Doeloe karya Haryoto Kunto (PT Granesia, 1985), ada beberapa foto gedung Societeit Concordia, foto tertua diambil tahun 1895.
Dari foto hitam putih itu tampak wajah gedung masih belum seperti sekarang, meski jendela-jendela besar dan tinggi tetap mendominasi bagian gedung, begitu juga tiang-tiang beton berbentuk kubus khas arsitektur art deco. Hal ini menandakan gedung pernah mengalami renovasi cukup besar.
Sementara menurut kesaksian Wigandi Wangsaatmadja, 82 tahun, pada abad tersebut Societeit Concordia menjadi tempat pertemuan para menak Belanda untuk membahas berbagai hal, misalnya tentang pembangunan Bandung, perkebunan teh dan kopi dan lainnya.
"Di samping pertemuan ada dansa-dansa bergembira ria," katanya saat berbincang dengan merdeka Bandung, Jumat (23/10).
Wigandi yang juga lama menjadi aktivis kesenian di Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) menambahkan, lama-lama makin banyak orang berdatangan ke Societeit Concordia, tidak hanya orang Belanda, tetapi banyak juga orang indo dan menak pribumi.
"Orang Belanda totok tidak senang dengan keadaan itu, maka diusirlah orang-orang indo itu," ujarnya.
Mereka yang terusir kemudian beralih ke Ons Genoegen yang oleh warga disebut gedong tonil, berdiri di perempatan Jalan Naripan-Braga, sepelemparan batu dari Gedung Merdeka. Gedong tonil kemudian menjadi cikal-bakal YPK. Sebelumnya, gedong tonil kerap menjadi tempat pertunjukkan sandiwara, karena itu disebut gedong tonil.
Kedatangan para para indo usiran dari Societeit Concordia membuat gedong tonil makin ramai. Jadi, kata Wigandi, masa itu societeit menjadi dua, yakni Societeit Concordia yang kini menjadi Gedung Merdeka, dan societeit yang kini menjadi YPK.
Pada 1949, Indonesia menghadapi gejolak politik adu domba Belanda. Negeri yang masih seumur jagung ini dipecah-pecah lewat pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi beberapa negara bagian, salah satunya Negara Pasundan.
Di zaman RIS, menurut Wigandi, banyak gedung-gedung di Bandung yang menjadi rebutan, termasuk Gedung Tonil. Para pengelola societeit khawatir berbagai pentas kesenian yang hidup di Gedung Tonil menjadi mati.
Supaya gedung tidak mati, zaman Negara Pasundan RIS, dibentuklah Yayasan Pusat Kebudayaan atau bahasa Belandanya Stiching Cultur Center. Jadi orang tak bisa ngapa-ngapain (untuk merebut), karena sudah jadi yayasan, terangnya.