Jadi pembicara di GLF 2018, Oded komitmen dukung keadilan hak tanah rakyat

user
Endang Saputra 25 September 2018, 10:02 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kota Bandung menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi pertanahan terbesar di dunia, Gobal Land Forum (GLF) 2018. Acara ini diikuti 550 peserta internasional dari 84 negara serta 600 peserta Indonesia dari 25 provinsi. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution membuka secara langsung acara tiga tahunan di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Senin (24/9).

Gobal Land Forum 2018 yang diselenggarakan oleh International Land Coallition (ILC) ini mengangkat lima tema. Lima tema tersebut yaitu aksi efektif melawan perampasan tanah, mengunjungi kembali reforma agraria otentik, jawaban atas pembangunan global, kedaulatan pangan, masyarakat adat, dan perjuangan perempuan dan kelompok rentan untuk hak atas tanah.

Wali Kota Bandung, Oded Danial yang turut hadir dalam pembukaan Global Land Forum mengungkapkan dukungannya terhadap upaya-upaya konkret memberikan keadilan hak atas tanah kepada rakyat. Ia percaya bahwa komitmen yang baik dan kuat itu bisa bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

"Saya berharap justru Global Land Forum ini bukan sekedar event peringatan seremonial 3 tahunan tingkat dunia, tapi saya berharap ini bisa mewujudkan bagaimana keadilan atas hak tanah," ujar Oded.

Menurut Oded, keberpihakan pemerintah terkait keadilan atas hak tanah sudah mulai tampak. Salah satunya lewat program percepatan penerbitan sertifikat tanah, PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap) yang digalakan pemerintah pusat.

"Pemerintah pusat sudah menerbitkan 5 juta sertifikat dari sebelumnya cuma 500 ribu ini adalah langkah yang luar biasa. Saya berharap ke depan rakyat kecil pun merasakan keadilan atas tanah, tidak hanya elit, pengusaha besar saja, tetapi yang kecil juga punya keadilan hak atas tanah," kata dia.

Sementara itu, Ketua Panitia Nasional Global Land Forum Dewi Kartika mengatakan, bahwa forum ini ingin menekankan pentingnya tata kelola pertahanan berbasis rakyat untuk mengatasi kemiskinan, ketimpangan, permasalahan konflik agraria. Tata kelola pertanahan yang baik diharapkan dapat mencegah perusakan ekologis, pelanggaran HAM, dan krisis pangan, terutama di pedesaan.

Di Indonesia, tata kelola pertanahan juga tengah menjadi isu yang amat diperhatikan. Sejak tahun 2014, pemerintah pusat telah merumuskan reforma agraria yang mengatur tentang hal tersebut. Kini, seluruh mata dunia tengah menantikan penandatanganan peraturan presiden tentang reforma agraria.

"Kami berharap ada keputusan politik, terobosan hukum, untuk segera merealisasikan reforma agraria sejati, menata struktur agraria menjadi lebih adil dan mensejahterakan, meningkatkan derajat hidup dan harga diri kaum tani, kaum nelayan, dan masyarakat adat di Indonesia,"katanya.

Kredit

Bagikan