Di Bandung pernah terbit Medan Prijaji hingga koran milik Soekarno

user
Farah Fuadona 07 Maret 2016, 09:12 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Bandung memiliki catatan sejarah pers yang cukup melimpah. Di kota ini pernah terbit surat kabar nasional pribumi pertama Medan Prijaji hingga surat kabar yang diterbitkan Soekarno di masa pergerakan kemerdekaan nasional.
 
Kolektor koran Bandung, Indra Prayana mengatakan, penerbitan surat kabar pertama di Indonesia terjadi di Jakarta atau Batavia, yaitu Bataviasche Nuvelles en Politique Raisonnementen (Kebijakan Berita dan Penalaran di Batavia), terbit Agustus 1744.
 
Sejak itu bisnis surat kabar berkembang pesat. Pertengahan abad ke-19 setidaknya tercatat 30 surat kabar berbahasa Belanda, 27 berbahasa Indonesia dan yang lainnya berbahasa daerah.
 
Namun surat kabar nasional berbahasa Indonesia pertama lahir di Bandung, yakni Medan Prijaji. “Menjadi kebanggaan tersendiri ketika surat kabar nasional pertama lahir di kota Bandung, koran Medan Prijaji yang disepakati sebagai tonggak lahirnya pers nasional,” kata Indra dalam diskusi Bandoeng Dalam Sorotan Doenia: Kisah Di Balik Surat-Menyurat dari Bandung/ ke Bandung 1890-1942, di Balubur Town Square (Baltos), Jalan Taman Sari, Bandung, Minggu (6/3).  
 
Medan Prijaji terbit pada 1907 yang dimotori Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Surat kabar ini menggunakan bahasa Indonesia serta seluruh awaknya orang pribumi tulen dengan modal mandiri.
 
Surat kabar Medan Prijaji beralamat di gedung yang sekarang menjadi Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) Jalan Naripan-Braga. Surat kabar ini terbit sampai awal 1912. Medan Prijaji banyak memberikan inspirasi bagi pribumi untuk mendirikan berbagai surat kabar nasional maupun daerah sebagai sarana dalam memberikan pendidikan kepada rakyat.
 
Pada tahun 1913 berdiri perkumpulan Paguyuban Pasundan (PP) yang menjadi wadah tokoh–tokoh Sunda dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dalam perjalanannya PP membuat surat kabar Papaes Nonoman yang terbit di Weltevreden Batavia antara tahun 1914–1918.
 
Papaes Nonoman nonoman berganti nama menjadi Pasoendan pada 1919. Redakturnya dipegang oleh R. Koesoema Soedjana dan Soetisna Sendjaja (Soet Sen). Semua redaksional dialihkan di Jalan Tjibadak Bandung.
 
PP melalui Pasundan Istri juga menerbitkan surat kabar Gentra Istri di bawah kepemimpinan Emma Poeradiredja. Redaksi surat kabar ini beralamat di Jalam Astinaweg dan Jalan Sumedangweg Bandung.
 
Pada 1914 terbit pula surat kabar Kaoem Moeda. Lalu periode 1920-an di Bandung banyak terbit berbagai surat kabar seperti Sora Mardika (1920), Sipatahoenan (1923), Sora Rajat Merdika (1931).
 
“Bahkan Soekarno ketika di Bandung menerbitkan Persatoean Indonesia (1928 ) dan Fikiran Ra’jat (1932 ),” kata Indra.
 
Surat kabar tersebut diterbitkan Soekarno sebagai alat dalam mendidik rakyat agar mempunyai mental yang kuat dan tidak berputus asa dalam tekanan kolonialisme. Fikiran Ra’jat mempunyai slogan “Kaoem Marhaen! Inilah Madjallah Kamoe!”
 
“Sebagai pemimpin redaksi, Soekarno ingin memberikan harapan dan masa depan pada kemerdekaan melalui tulisan-tulisannya dan untuk membangun harapan dan masa depan,” katanya.
 
Saat Fasisme Jepang menginjakan kakinya di tanah air. Hampir semua surat kabar yang tidak sejalan dibredel. Di Bandung terbit surat kabar Tjahaja dengan pemimpin redaksi Oto Iskandardinata. Semua surat kabar yang terbit pada masa itu berada dalam pengawasan Java Sinbunkai (Badan Pengawas Surat Kabar) Jepang.
 
Setelah Indonesia merdeka Surat kabar Tjahaja di nasionalisasi dan berganti nama menjadi Soeara Merdeka, yang dipimpin Muhammad Koerdi. Surat kabar ini pertama kali terbit pada September 1945 dengan porsi pemberitaan yang banyak mendukung revolusi dan kemerdekaan.
 
Pada periode 50-an Indra mencatat terbitnya koran Pikiran Rakjat. Pada masa transisi kekuasaan Orde Lama ke Orde Baru banyak terbit koran-koran yang berafiliasi kepada salah satu parpol, sementara mahasiswa banyak menerbitkan koran oposisi.
 
Pada pertengahan 1960-an, terbit  Harian Banteng,  Harian Karya, dan Harapan. Di kalangan mahasiswa hadir surat kabar Mahasiswa Indonesia yang diterbitkan oleh Jajasan Penerbit Mahasiswa Indonesia. Koran ini akhirnya dibredel oleh pemerintahan Orde Baru.
 
Dengan suburnya penerbitan pers, menutur Indra Bandung merupakan salah satu kota yang banyak melahirkan kaum intelektual dengan kekayaan literasi dan surat kabar beragam. Hal itu telah memberikan kontribusi kepada ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan.
 
“Menelusuri  jejak surat kabar yang pernah terbit di Bandung juga sebagai salah satu upaya menjaga kata. Menjaga ingatan kolektif masyarakat mengenai hikayat lembaran kertas yang pernah hadir di perjalanan manusia dengan segala pernak- perniknya,” kata Indra.

Kredit

Bagikan