Yuk, mengenal gaya hidup zero waste

user
Farah Fuadona 19 Januari 2016, 15:19 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Gaya hidup tidak nyampah (zero waste) harus mulai diterapkan masyarakat. Jika tidak sampah yang tidak dapat didaur ulang (non-organik) akan menumpuk di mana-mana. Bisa menimbulkan bencana sosial.

Lalu bagaimana dengan gaya hidup zero waste-nya? Juru bicara Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), Anilawati Nurwakhidin, menjelaskan munculnya prinsip zero waste dilatar belakangi kehidupan manusia yang memproduksi sampah dari masa ke masa.

Pada masa tradisional, gaya hidup manusia masih bersifat organis atau alami. Kalaupun nyampah sampah tersebut masih berupa sampah alam yang bisa hilang dengan sendirinya. Namun di masa modern gaya hidup manusia berubah.

“Di masa modern mulai dikenal sampah plastik yang dihasilkan dari penambangan di perut bumi,” kata Anilawati, saat berbincang dengan Merdeka Bandung.

Padahal, tutur dia, leluhur manusia hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tumbuh di atas bumi, tidak mengeksplorasi bumi hingga ke kedalaman ribuan meter. Dengan eksploitasi itu muncul berbagai macam turunan plastik seperti pipa pvc, baterai, asbes, kaca, hingga sampah kimia berbahaya.

Zat yang terkandung sampah zaman modern berbeda dengan sampah di masa lalu. Sampah modern mengandung banyak racun. Ada sampah modern yang jika dibakar menimbulkan racun pemicu kanker, cacat pada bayi dan autisme.

“Banyak sampah non organik yang mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, dan lainnya, yang jika dihirup bisa merusak kesehatan. Akibatnya, racun dari sampah mengelilingi kehidupan manusia,” papar staf kampanye gerakan zero waste Bandung ini.

Dengan latar belakang itulah, prinsip hidup zero waste berusaha mengembalikan gaya hidup organik. Gaya hidup ini mencegah munculnya sampah non-organik. Penerapan zero waste minimal bisa dimulai dari lingkup keluarga.

Prinsip zero waste bisa dimulai dengan melakukan pemilahan sampah rumah tangga. Menurut catatan YPBB, 50 persen sampah rumah tangga bersifat organik, 20 persennya sampah non-organik daur ulang, 30 persen lagi sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang.

Menurutnya, pemisahan sampah organik dan non-organik sebenarnya langkah jangka pendek zero waste. “Karena kita prinsipnya menuju zero waste, 100 persen tidak nyampah," katanya.

Setelah itu, prinsip zero waste diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar selaras dengan alam. Misalnya bagaimana caranya agar tidak memproduksi sampah baru. “Pengurangan sampah bisa kita rencanakan, misalnya saat kita akan makanan, pakaian, transportasi, dan hal-hal lain yang terkait dengan kehidupan praktis kita,” katanya.

Contoh sederhana gaya hidup zero waste antara lain membiasakan membawa wadah makanan atau minuman sendiri untuk menghindari kemasan plastik dari pedagang. “Saya kalau membeli biskuit kiloan bawa wadah sendiri,” katanya.

Gaya hidup zero waste selanjutnya akan mengubah cara pandang dalam konsumsi. Misalnya, lebih memilih pakaian bekas daripada pakaian baru. Sebab pakaian baru akan menghasilkan sampah baru. Sedangkan memakai pakaian bekas memiliki semangat daur ulang.

Begitu juga dalam bertransportasi, transportasi yang dipilih adalah kendaraan umum atau nebeng. Sebab jika kendaraan pribadi akan memicu pemborosan energi. Praktik-praktik zero waste sendiri sangat luas, mulai dari yang sederhana hingga ekstrem yang tujuannya mencapai gaya hidup yang tidak nyampah.

Kredit

Bagikan