Anggota DPRD Kota Bandung nilai PSSI gagal paham aksi Bobotoh dukung Rohingya

Yudi Cahyadi
Bandung.merdeka.com - Keputusan PSSI menjatuhkan sanksi terhadap Persib terkait koreografi "save_rohingya" yang dilakukan bobotoh beberapa waktu lalu menuai respon berbagai kalangan. Anggota DPRD Kota Bandung yang juga suporter Persib Bandung Yudi Cahyadi ikut merespons sanksi tersebut.
Yudi menilai PSSI gagal paham dengan dukungan Bobotoh terhadap Rohingya yang dilakukan usai laga pertandingan di Stadion Si Jalak Harupat.
"PSSI na "teu cageur" alias gagal faham, harusnya PSSI belajar filosopi sepakbola dari bobotoh. PSSI tidak faham apa arti universalitas dan fair play yang menjadi filosopi dasar dalam sepakbola", kata Yudi seperti dalam siaran persnya yang diterima Merdeka.com, Sabtu (16/9).
Menurut politikus PKS ini, fair play dalam sepakbola mengandung banyak kebaikan universal. Di antaranya sportifitas, keadilan, toleransi dan kemanusiaan. Ketika semua pemain dan suporter sepakbola berikrar ‘say no to racism’, di sana sebenarnya sedang terjadi deklarasi nilai-nilai kemanusiaan secara universal.
Ini menunjukkan, ujarnya, bahwa sepakbola menolak secara tegas hal-hal yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan, termasuk pembantaian etnis Rohingya yang terjadi saat ini.
"Dalam sepakbola, mencederai lawan saja bisa diganjar kartu merah, apalagi mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Dan kita faham bersama bahwa isu Rohingya adalah kejahatan kemanusiaan yang dikecam dunia global termasuk PBB," katanya.
Ia menyayangkan sikap PSSI yang memberikam sanksi kepada Persib atas dukungan tersebut. "Jadi harusnya yang di "kartu merah" dan dikenakan sanksi bukan Persib atau bobotoh tapi PSSI. PSSI harusnya belajar dari bobotoh, " tegasnya.
Yudi juga mengapresiasi gerakan "Udunan Koin" yang digagas bobotoh sebagai jawaban atas sanksi yang diberikan PSSI. Yudi juga mendukung bobotoh untuk terus mengekspresikan suara kemanusiaannya.
"Bobotoh jangan ragu dan takut untuk terus menyuarakan ekspresi kemanusiaannya, karena sepakbola bukan sekedar menang atau kalah, tapi lebih dari itu ia adalah bahasa universal, bahasa persatuan dan kemanusiaan", pungkasnya.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak