Berkat sepeda onthel pria ini bisa keliling Eropa

user
Muhammad Hasits 09 Mei 2016, 10:30 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Bisa keliling Eropa dengan sepeda onthel mungkin mustahil. Tetapi tidak bagi Mundakir alias Mumun Kelana. Pria 36 tahun ini justru bisa singgah di beberapa negara Eropa berkat bisnis onthel yang digelutinya.

Sejak 10 tahun lalu Mumun Kelana menggeluti bisnis sepeda antik, termasuk menjual onderdil sepeda tua yang tak lagi diproduksi. Di manapun ada event sepeda onthel, ia selalu menyempatkan berjualan atau mengisi stand pameran.   

Walhasil ia punya banyak kenalan, khususnya komunitas-komunitas sepeda onthel. Pria kelahiran Boyolali ini memiliki teman di banyak tempat. Di Bandung ia kenal dengan anggota komunitas Paguyuban Sapedah Baheula Bandung (PSBB) yang tiap tiga tahun sekali menggelar Bandoeng Laoetan Onthel.

Ia juga kenal dekat dengan pengurus Komunitas Sepeda Tua Indonesia (Kosti), organisasi yang menaungi komunitas-komunitas sepeda tua di Indonesia. Berkat hubungan baik itu, pada 2015 ia dibawa ke Eropa.

“Waktu itu saya ikut Kosti yang mengikuti kongres IVCA 2015 di Swedia. Jadi alhamdulillah saya jadi bisa keliling Eropa,” tutur Mumun, di sela acara Bandung Lautan Onthel, Jalan Sukabumi, Bandung, yang digelar Sabtu dan Minggu (7-8/5).

IVCA singkatan dari International Veteran Cycling Association (IVCA), merupakan asosiasi pecinta sepeda klasik sedunia. Kongres ini pertama kali digelar di Inggris 1981. Di sela IVCA Swedia, Mumun mampir ke sejumlah negara Eropa lainnya, yakni Belanda, Italia, Denmark. Sebagai pedagang sepeda antik, tentu ayah dua anak ini tidak menyia-nyiakan untuk “studi banding” atau sekalian shopping.

Dari situ, ia bisa mendapatkan sepeda onthel dan onderdilnya dengan harga murah. “Karena tidak pakai ongkos kan, jadi belanja sekalian,” ujarnya sambil terkekeh. Lebih penting lagi, kata dia, pengetahuannya tentang sepeda onthel makin meningkat.

Meski bukan anggota Kosti, hubungannya baik dengan komunitas sepeda tua tersebut membuatnya dipercaya untuk ikut ajang bergengsi sepeda internasional itu. Rencananya, Kosti akan menjadi tuan rumah IVCA 2018 yang akan digelar di Bali.

Mumun mengaku sudah siap-siap mengikuti ajang sepeda tua internasional itu. Saat ini, ia masih tetap dan akan terus menggeluti bisnis sepeda antiknya. Ia kini memiliki 40 unit sepeda onthel berbagai merek yang nilainya bisa lebih dari Rp300 juta atau setara dengan harga mobil baru.

Selain itu, ia juga memiliki sejumlah onderdil dan aksesoris sepeda orisinil yang harganya tidak main-main. Contohnya, satu set lampu sepeda onthel harganya bisa Rp 6,5 juta, harga ini bisa lebih mahal dari sepedanya.

“Karena langka. Selama main (bisnis) sepeda, saya baru dapat satu set lampu. Itu nyarinya sampai ke desa-desa,” jelasnya.

Lalu bagaimana dengan harga sepedanya? Ia pernah beberapa kali menjual sepeda onthel merek Gazelle Rp 35 juta, jumlah ini melampaui harga motor sport buatan Jepang. Onthel Gazelle adalah sepeda buatan Belanda.

Onthel Gazelle yang paling banyak dicari onthelis Indonesia adalah buatan tahun 1955 seri 11. Di luar tahun dan seri itu, harganya bisa lebih murah antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Namun, lagi-lagi masalah harga ini diukur dengan umur dan orisinalitas sepeda. Makin tua dan makin orisinal sepeda akan makin tinggi harganya.

“Orisinal artinya bawaan sepedanya, onderdil dan lain-lainnya harus bawaan, itu yang makin banyak dicari,” jelas Mumun.

Sepeda onthel mahal lainnya yang ditawarkan Mumun adalah onthel tandem merek Burgers tahun 1936, juga buatan Belanda, yang dibanderolnya Rp 40 juta. Sepeda ini untuk dinaiki dua orang karena memiliki dua stang, dua sadel dan dua kayuhan.

Untuk diketahui, sepeda merek Burgers dibuat Henricus Burgers (1843-1903) di kota Deventer, Belanda. Henricus Burgers pertama kali memproduksi sepeda tahun 1868. Sepeda ini kemudian menjadi pionir sepeda Negeri Kincir Angin.

Kredit

Bagikan