'Sekolah tubuh' ala NuArt yang jadi ruang berekspresi

user
Farah Fuadona 10 September 2017, 15:57 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Hingga Sabtu (9/9) kemarin, 'Sekolah tubuh' ala NuArt Sculpture Park diselenggarakan. Kegiatan bertitle Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp 2017 itu hadir untuk memanjakan dan memajukan dunia seni tari di Indonesia.

Direktur Program Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp 2017, Keni Soeriaatmadja menuturkan, melihat yang terjadi selama dua tahun sebelumnya, ia melihat bahwa kegiatan ini berkembang menjadi seperti ‘sekolah tubuh’ Indonesia.

"Seperti 'sekolah tubuh' yang meminjam istilah dari Renee Sariwulan yang menyatakan bahwa diperlukannya kegiatan yang menyoroti secara khusus kekayaan tubuh Indonesia yang terpendam dan peluangnya untuk disuarakan dengan lebih lantang," ujar Keni kepada Merdeka Bandung, Sabtu (9/9).

Dalam banyak perhelatan, seni tari seringkali dilibatkan sebagai bentuk keindahan budaya bangsa, namun sedikit sekali kegiatan nonformal yang berfokus benar pada proses penciptaankarya dan pembentukan karakter penari Indonesia.

"Padahal di negeri ini ada ribuan penari di berbagai daerah yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pendidikan tari formal akademis. Yang sudah menjalani proses akademis pun sebenarnya perlu terus melakukan pengayaan dan peningkatan kemampuan," jelasnya.

Harapannya, pelatihan intensif ini mampu melahirkan penari yang mampu menunjukkan identitas melalui akar budayanya masing-masing, sambil mengutarakan ide yang berlandaskan pada situasi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan saat ini, seperti yang umumnya berkembang dalam wacana seni kontemporer secara global.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan sejak Minggu (3/9) lalu itu Renee Sariwulan, seorang pengamat seni pertunjukan Indonesia yang  berdomisili Yogyakarta menjadi penulis kegiatan workshop tari tahunan ini. Hadir beberapa ahli dalam seni pertunjukan berskala internasional, yaitu Lim How Ngean (dramaturg asal Malaysia yang berdomisili di Melbourne, Australia), Melanie Lane (koreografer dan penari asal Melbourne, Australia), Eko Supriyanto (Koreografer dan penari asal Surakarta), Hartati (Koreografer dan penari dari Jakarta), Iwan Irawan (Koreografer dan penggagas PASTAKOM dari Pekanbaru), dan Ali Sukri (Koreografer dan penari dari Padang Panjang).

Sasikirana KoreoLAB & Dance Camp (SKDC) adalah sebuah kegiatan tahunan yang sebelumnya sudah dilakukan pada tahun 2015 dan 2016, dan mendapat respon positif dari dunia seni tari di Indonesia khususnya dunia tari kontemporer. Kegiatan ini digagas oleh Keni K. Soeriaatmadja dan Ratna Yulianti dari Komunitas Tari Sasikirana, yang pada awalnya mendapat Hibah Karya Inovatif Yayasan Kelola (2015) di bawah bendera Bengkel Tari Ayu Bulan.

Program ini pada intinya bermaksud untuk menjaring bakat-bakat tari yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia untuk mendapatkan bimbingan berkelanjutan berupa materi pengembangan skill, kemampuan konseptual, dan pembentukan jaringan antara penari yang tersebar di pelosok negeri ini agar terlibat dalam medan sosial seni yang lebih luas.

Dalam kegiatan SKDC, peserta workshop diberikan program pelatihan intesif yang cukup berat selama satu minggu penuh, berupa latihan fisik yang mempertajam kemampuan kepenarian peserta sambil mengasah kemampuan konseptual dan penataan tari dari para koreografer muda yang terpilih untuk mengikuti kegiatan ini.

Peserta Dance Camp dijaring dari berbagai daerah di Indonesia melalui pendaftaran terbuka (open call) kemudian diseleksi untuk mencapai jumlah sebanyak 20 orang berdasarkan kemampuan kepenarian dan kemampuannya menyampaikan pendapat mengenai seni tari di Indonesia.

Ada pun peserta yang terpilih pada tahun ini berasal dari 18 kota/kabupaten di Indonesia, yaitu Athief Yuliati (Malang), Chahara Juniar (Bogor), Citra Pratiwi (Yogyakarta), Dwitya Amanda Putri (Tanjung, Kalsel), Ervin Nuriana (Blitar), Erwin Mardiansyah (Solok, Sumbar), Febri Veronika Kristi (Banyuwangi), Edbert (Medan), I Komang Adi Astawa (Gianyar, Bali), I Nyoman Krisna Satya Utama (Badung, Bali), Tulus Tri Sumanto (Malang), Irfan Setiawan (Bangka Belitung), James Lim (Jakarta), Keanna Sharon (Bandung), Miftahul Hauna (Pekanbaru), Muhammad Adiyad (Tenggarong, Kaltim), Serlinda Maharani (Bandung), Supriyadi (Tangerang), Tri Putra Mahardika (Jambi), dan Venny Rosalina (Lebong, Sumbar).

Kredit

Bagikan