Semua pihak diminta bijak menyikapi masalah Kebon Binatang Bandung

user
Farah Fuadona 16 Mei 2016, 17:13 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Koordinator Profauna Jawa Barat, Rinda Aunillah Sirait, meminta semua pihak bijaksana dalam menyikapi masalah di Kebon Binatang (Bonbin)Bandung pasca kematian gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) bernama Yani. Penyelamatan satwa harus menjadi fokus utama.

“Dalam kasus Kebun Binatang Bandung hendaknya disikapi dengan bijaksana dengan fokus utama untuk keselamatan dan kesejahteraan satwanya, jangan dibawa ke ranah kepentingan ekonomi atau politik. Alam kondisi seperti ini yang perlu diperhatian cepat adalah satwa. Jadi mengenai pengembangan lahan, konflik Pemkot dengan pengelola itu boleh jadi isu tapi bukan yang utama,” tegas Rinda, Senin (16/5).

Menurutnya saat ini ada 900-an satwa di Bonbin Bandung yang memerlukan perhatian serius. Jangan sampai muncul Yani-yani lain yang menjadi korban karena kurang mendapatkan perhatian.
 
Profauna Jabar sudah melakukan investigasi di Bonbin Bandung. Hasilnya sistem sanitasi Bonbin Bandung kurang baik, ditemukan pula beberapa satwa yang diduga memiliki masalah kesehatan.
 
Dengan kondisi itu, ia meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan tagar #boikotbonbinbandung sebab tidak akan menyelesaikan masalah. Masyarakat justru harus peduli pada keselamatan satwa yang ada di Bonbin Bandung.
 
Sebab itulah Perkumpulan Peduli Satwa Indonesian Society for Animal Welfare (ISAW) mengajak masyarakat untuk turut memantau dan menilai kondisi satwa di kebun binatang. Melalui aplikasi Zoo Reporting for Citizens Application(Zoo Recapp). Dengan aplikasi ini warga terlibat aktif memantau kondisi satwa, kondisi kandanganya, kondisi sanitasi atau pakannya dan seterusnya.
 
Rinda mengatakan, peran warga sangat penting dalam memantau kesejahteraan satwa (Animal Welfare). Untuk menilai kesejahteraan satwa maka dikenal Lima Kebebasan (Five of Freedom), yakni  bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku normal, bebas dari rasa stres dan tertekan.
 
“Hak-hak satwa tersebut harus menjadi isu utama dalam melihat Bonbin Bandung,” tegas Rinda.
 
Menurutnya semua pihak baik pemerintah, pengelola, masyarakat boleh berperan dalam mengatasi masalah di Bonbin Bandung dengan catatan semua harus fokus kepada keselamatan dan kesejahteraan satwa. “Prioritas sekarang bicarakan dulu tingkatkan kesehatan kondisi satwa. Kalau manusianya ribut terus siapa yang mau mengurus satwa?” katanya.
 
Saat ini BKSDA sedang menginvestigasi Bonbin Bandung. BKSDA juga mengeluarkan larangan mengunjungi 1/3 Bonbin Bandung karena sedang diinvestigasi. Menurut Rinda, larangan tersebut sebaiknya dipatuhi masyarakat. Sebab satwa yang sakit akan makin stres jika ada manusia.
 
“Perhatian masyarakat sudah bagus, bisa bahu-membahu. Misalnya ada perhimpunan dokter hewan yang membentuk satuan tugas. Ada koin untuk Bonbin Bandung, itu tujuannya untuk membantu dan yang penting terselamatkan satwanya,” ujarnya.
 
Kepada pengelola, ia meminta agar mau menjalin kerja sama dengan semua pihak. Pengelola harus terbuka jika memerlukan bantuan dari luar. Pengelola juga wajib mentaati Pasal 9 Permenhut No. 31/2012 bahwa ketersediaan dokter hewan dan paramedis sebagai tenaga kerja permanen, merupakan salah satu kriteria yang mutlak dimiliki oleh kebun binatang.
 
Dalam Pasal 29 peraturan yang sama juga disebutkan bahwa lembaga konservasi dilarang memperagakan satwa sakit atau menelantarkan satwa, dengan cara yang tidak sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip kesejahteraan satwa.

Kredit

Bagikan