Ketika Tukang Cuanki kritik mahalnya pendidikan lewat film

user
Mohammad Taufik 21 Desember 2015, 11:23 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Jika dalam dunia sinetron ada tukang bubur naik haji, di dunia nyata ada tukang cuanki yang main film, judulnya 'Cuanki for Change'. Cuanki sendiri merupakan makanan khas yang banyak ditemui di Bandung.

Film 'Cuanki for Change' merupakan film kedua yang digarap Savana Picture, organisasi pers kampus STAI Persis Bandung. Sebelumnya, Savana Picture cukup sukses memproduksi film dokumenter pendek 'KAA Effect', film yang mendokumentasikan efek peringatan Konferensi Asia Afrika.

Dosen pembimbing Savana Picture, Rosihan Fahmi, mengungkapkan saat ini film 'Cuanki for Change' sedang dilombakan dalam Festival Shoot Move XXI.

"Kita akan publikasikan setelah mengetahui hasil lomba," katanya kepada Merdeka Bandung di sela pemutaran film dan diskusi KAA Efect di Tobucil Bandung, Minggu (20/12).

Ia memberi sedikit bocoran tentang film 'Cuanki for Change' yang berisi pesan kritik terhadap pendidikan yang mahal dan cenderung kapitalistik. Kritik ini disampaikan melalui feature seorang mahasiswa, Hasanudin (21) yang berjualan cuanki demi melanjutkan kuliahnya.

Sementara film lain yang diproduksi Savana Picture yang bekerja sama dengan Komunitas Rindu Menanti adalah 'Halte Impian', sebuah film yang mengisahkan kehidupan Kota Bandung.

Film 'Halte Impian' juga dilombakan lewat lomba film pendek yang digelar sebuah perusahaan media massa nasional. Saat ini, kata Fahmi, pihaknya tengah mengerjakan sekuel film 'Halte Impian', yaitu 'Halte Ke Rumahku' yang mengolah isu tuna wisma di Bandung.

"Pokoknya film-film kita dilempar ke lomba. Hasil lomba kita pakai untuk produksi karya lagi," katanya.

Savana sendiri merupakan organisasi pers kampus yang dibiayai secara swadaya mahasiswa. Savana memproduksi buletin kampus. Hasil penjualan buletin akhirnya dipakai juga untuk memproduksi film. "Sedangkan hasil lomba juga kita pakai untuk menerbitkan Savana," ujarnya menambahkan.

Kredit

Bagikan