Sidang eksepsi, Kuasa Hukum Buni Yani bacakan 9 poin keberatan dakwaan
Bandung.merdeka.com - Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE)‎, Buni Yani, menyampaikan sembilan poin eksepsi atau nota keberatan. Poin itu disampaikan langsung tim kuasa hukumnya secara bergiliran dalam sidang eksepsi di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (20/6).
Eksepsi disampaikan kuasa hukum di hadapan Majelis Hakim M Sapto. "‎Kurang lebih ada sembilan poin yang kami sampaikan di persidangan," kata Aldwin Rahadian‎, kuasa hukum Buni Yani usai sidang.
Poin pertama, kata dia, tentang kompetensi relatif Pengadilan Negeri Bandung. "Poin ini lebih pada siapa yang berwenang menentukan tempat Buni Yani diadili," tuturnya. Untuk diketahui, pada sidang awal Buni Yani digelar di PN Bandung. PN Bandung dipilih usai opsi adanya sidang bakal digelar di PN Depok.
Kedua, lanjut Alvin, adalah eksepsi penggunaan pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informaasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang ITE.
‎"Surat dakwaan kedua yang melanggar asas legalitas atau reproaktif yang terdapat dalam pasal 1 ayat satu kitab Undang-Undang Hukum Pidana," ucapnya.
Kemudian poin ketiga, tentang perbuatan terdakwa Buni Yani yang tunggal tapi diterapkan terhadap dua pasal yang berbeda unsurnya ‎yang terdapat dalam dakwaan ke satu dan pasal dakwaan jaksa penuntut umum‎. ‎Keempat tentang uraian perbuatan terdakwa yang tidak jelas yang terdapat dalam dakwaan ke satu Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Eksepsi ke lima adalah tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak pernah terdapat dalam berkas perkara sebagai dakwaan yang muncul tiba-tiba," imbuhnya.
Ke enam, Buni Yani yang merupakan dosen itu mengajukan eksepsi tentang ketidaksesuaian antara uraian perbuatan ‎dalam surat dakwaan kedua dengan pasal yang didakwakan.
"Ke tujuh eksepsi tentang pelanggaran hukum yang berkaitan dengan penerbitan SPDP. Jadi SPDP diterbitkan dua kali kepada dua kejaksaan berbeda yakni Kejati DKI dan Jawa Barat dan SPDP diterbitkan‎ bukan di awal penyidikan tapi di akhir," ucapnya.
Lalu poin ke delapan, eksepsi tentang hasil penyidikan yang tidak sah karena melanggar 138 ayat 2 KUHAP‎ Jo pasal 12 ayat 5 peraturan kejaksaan tentang SOP penanganan tindak pidana umum.
Poin keberatan terakhir dari pihak Buni Yani adalah terkait dengan putusan hukum yang sudah ditetapkan terhadap Basuki Tjahja Purnama.
"Pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara Basuki Tjahja Purnama atau Ahok yang sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Kami berharap majelis hakim terhormat mengabulkan apa yang menjadi nota keberatan kami karena kita berharap surat dakwaaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum dan menghapus perkara tentang Buni Yani," ujarnya.
Sidang eksepsi dengan terdakwa Buni Yani ini digelar di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung. Sama seperti sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung pada pekan lalu, sidang kali ini juga dikawal massa pembela Buni Yani.
Sidang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB di lantai tiga gedung. Di waktu yang bersamaan massa yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat menyuarakan aspirasinya. Dalam orasinya yang dikomandoi, Asep Saepudin, menyatakan perlu mengawal sidang Buni Yani.
Sampai pukul 10.30 WIB, sidang pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan masih digelar. Sidang dipimpin Majelis Hakim M Sapto. Eksepsi dibacakan tim kuasa hukum secara bergiliran. Adapun Buni Yani duduk di kursi pesakitan sambil memperhatikan lembaran kertas yang dibacakan tim kuasa hukumnya.
Dalam salah satu poin eksepsi yang dibacakan kuasa hukum menilai bahwa dakwaan dari JPU tidak berdasarkan hukum. Dua dakwaan Pasal 32 Undang-undang ITE dan kedua Pasal 28 ayat 2 Undang-undang ITE yang dialamatkan pada kliennya tidak memuat hasil penyidikan.