Membangun budaya membaca lewat zine

user
Farah Fuadona 20 Agustus 2016, 20:53 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Saat ini budaya membaca atau literasi cenderung mengalami penurunan. Orang lebih sibuk dengan media sosial atau gadget dari pada membaca buku.

Di tengah menurunnya budaya membaca itulah masih ada sekelompok anak muda yang aktif membuat media alternatif zine. Mereka menuangkan gagasannya melalui media hitam putih yang marak di akhir 1990-an, ketika internet dan gadget belum muncul.

Masalah zine sebagai media alternatif dikupas dalam diskusi pra-event Bandung Zine Festival 2016 di Kineruku, Jalan Hegarmanah, Bandung, Sabtu (20/8).

Dalam diskusi tersebut, mengemukakan pula bahwa zine selain sebagai media alternatif juga bisa menumbuhkan budaya literasi bagi generasi muda.

 “Saat ini saya melihat budaya literasi di Indonesia rendah. Sebetulnya dengan mau membaca atau membuat zine sudah bagus banget,” kata penulis yang juga pegiat zine, Pramilla Deva.

Dengan membuat dan membaca zine, kata dia, orang akan diajak kritis terhadap realitas. Ia yakin, zine bisa menjadi media edukasi atau penanaman nilai-nilai di tengah derasnya arus informasi dari media mainstream dan internet.

Di tempat yang sama, dosen jurnalistik Santi Indra Astuti, juga menyatakan budaya literasi saat ini cenderung menurung dibandingkan dengan masa lalu.

Penurunan budaya literasi, sambung dia, justru terjadi di era informasi di mana setiap orang bisa turut memproduksi berita atau informasi lewat media sosial atau internet.

Tanpa dibarengi dengan budaya literasi, kata Santi, era informasi saat ini tidak akan membuat masyarakat lebih pintar dan beradab.

 “Anak-anak muda dulu lebih memiliki budaya membaca. Sekarang informasi harus serba info grafis,” katanya.

Zine, sambung dia, merupakan produk budaya yang berusaha menjadi alternatif di tengah budaya dominan. Zine sendiri terbagi dua, yakni zine sebagai produk dan zine sebagai proses.

Zine sebagai proses akan terus ada di tengah dominasi budaya mainstream.

 “Kalau zine dipandang sebagai sebuah proses, ini hanya fase untuk memunculkan media alternatif yang baru yang bentuk medianya nantinya entah seperti apa,” katanya.

Sementara narasumber lainnya, Adi Marsiela yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, juga setuju menurunnya budaya literasi di era digital ini.

Kendati demikian, aktifnya generasi muda membuat zine menandakan masih hidupnya budaya literasi. Menurutnya zine bisa menawarkan pola pikir atau konsepyang selama ini kurang diangkat media mainstream.

 “Semangat teman-teman membuat zine menarik dan penting untuk meningkatkan budaya literasi,” tandas Adi.

Kredit

Bagikan