Membangun budaya membaca lewat zine

Diskusi zine
Bandung.merdeka.com - Saat ini budaya membaca atau literasi cenderung mengalami penurunan. Orang lebih sibuk dengan media sosial atau gadget dari pada membaca buku.
Di tengah menurunnya budaya membaca itulah masih ada sekelompok anak muda yang aktif membuat media alternatif zine. Mereka menuangkan gagasannya melalui media hitam putih yang marak di akhir 1990-an, ketika internet dan gadget belum muncul.
Masalah zine sebagai media alternatif dikupas dalam diskusi pra-event Bandung Zine Festival 2016 di Kineruku, Jalan Hegarmanah, Bandung, Sabtu (20/8).
Dalam diskusi tersebut, mengemukakan pula bahwa zine selain sebagai media alternatif juga bisa menumbuhkan budaya literasi bagi generasi muda.
“Saat ini saya melihat budaya literasi di Indonesia rendah. Sebetulnya dengan mau membaca atau membuat zine sudah bagus banget,” kata penulis yang juga pegiat zine, Pramilla Deva.
Dengan membuat dan membaca zine, kata dia, orang akan diajak kritis terhadap realitas. Ia yakin, zine bisa menjadi media edukasi atau penanaman nilai-nilai di tengah derasnya arus informasi dari media mainstream dan internet.
Di tempat yang sama, dosen jurnalistik Santi Indra Astuti, juga menyatakan budaya literasi saat ini cenderung menurung dibandingkan dengan masa lalu.
Penurunan budaya literasi, sambung dia, justru terjadi di era informasi di mana setiap orang bisa turut memproduksi berita atau informasi lewat media sosial atau internet.
Tanpa dibarengi dengan budaya literasi, kata Santi, era informasi saat ini tidak akan membuat masyarakat lebih pintar dan beradab.
“Anak-anak muda dulu lebih memiliki budaya membaca. Sekarang informasi harus serba info grafis,” katanya.
Zine, sambung dia, merupakan produk budaya yang berusaha menjadi alternatif di tengah budaya dominan. Zine sendiri terbagi dua, yakni zine sebagai produk dan zine sebagai proses.
Zine sebagai proses akan terus ada di tengah dominasi budaya mainstream.
“Kalau zine dipandang sebagai sebuah proses, ini hanya fase untuk memunculkan media alternatif yang baru yang bentuk medianya nantinya entah seperti apa,” katanya.
Sementara narasumber lainnya, Adi Marsiela yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, juga setuju menurunnya budaya literasi di era digital ini.
Kendati demikian, aktifnya generasi muda membuat zine menandakan masih hidupnya budaya literasi. Menurutnya zine bisa menawarkan pola pikir atau konsepyang selama ini kurang diangkat media mainstream.
“Semangat teman-teman membuat zine menarik dan penting untuk meningkatkan budaya literasi,” tandas Adi.
BERITA TERKAIT
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
Pengakuan Bharada E di Balik Perintah Tembak dari Atasan
5 Poin Rekomendasi Kebijakan Siap Diusulkan T20 dalam Forum G20
Alami Pengapuran Sendi Lutut? Coba Minum Susu Nutrisi
Perawatan Kulit Kian Diminati, BeautieSS Resmikan Satu Klinik Baru
Aswita Dewi Ingin Batik jadi Pakaian Kekinian
Amazit T-Rex 2 Jadi Jam Tangan Pintar Bagi Para Petualang
Aplikasi Jantungku Jadi Solusi Layanan Kesehatan Jantung, Ini 6 Fitur Unggulannya
Jejak Kopda Muslimin Sebelum Ditemukan Tewas di Rumah Orang Tua
Gleaneagles Hospital Punya Inovasi Teknologi Baru Bernama Gamma Knife
Kerry Indonesia Kembali Meraih Penghargaan HR Asia Awards 2022
Gandeng Aurel Hermansyah, CKL.LOOKS Akan Rilis Produk Eksklusif
Dukungan Orangtua Dalam Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi Pasca Pandemi
Tidak Pelit Ilmu, Hendra Hidayat Dikenal Sebagai Pionir Implan Gigi di Indonesia
Linde Indonesia Akan Pasok Gas Industri dengan Kemurnian Tinggi ke PT Freeport
KORIKA Gelar Webinar Kecerdasan Artifisial (AI) Bidang Kesehatan
Garmin Run Club Menjadi Wadah Bagi Para Pecinta Olahraga Lari
Jam Tangan Pintar yang Bisa Jadi Pilihan Para Pelari Karena Fitur Canggihnya
Alasan Mengapa Reinvestment Keuntungan Sangat Krusial Bagi Bisnis
EdenFarm Berbagi Hewan Kurban dengan Komunitas Tani di Sekitar ECF
Trademark Market Hadir Lagi, Kini Tenantnya Lebih Banyak