Cek darah cara deteksi dini DBD pada anak
Bandung.merdeka.com - Kasus DBD di Indonesia bukan lagi penyakit musiman. Penyakit ini sering terjadi hampir sepanjang tahun. Terlebih di musim hujan yang disertai panas ini nyamuk pembawa virus DBD mudah berkembang biak.
Spesialis anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dr Djatnika Setiabudi mengatakan virus DBD akan lebih parah jika menyerang anak-anak dari pada usia dewasa.
Untuk itu, orang tua yang memiliki anak kecil harus memahami cara mendeteksi dini DBD pada buah hati. Ia mengatakan, deteksi dini penting dilakukan agar DBD tidak bertambah parah.
DBD biasanya terjadi pada hari ke-4 sampai ke-7 setelah gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus. Dampak gigitan tersebut demam tinggi terus menerus disertai dengan sakit-sakit badan, otot, sendi.
Pada anak, DBD biasanya disertai gejala lebih berat selain panas atau demam tinggi yang muncul tiba-tiba. Anak akan merasakan nyeri di perut atau ulu hati, kemudian mual dan muntah.
Kondisi tersebut biasanya terjadi lebih dari dua hari atau lewat dari 2x24 jam. “Makanya kalau lewat 2x24 jam panasnya enggak turun-turun, nah itu sebaiknya dicek saja darahnya,” katanya kepada Merdeka Bandung.
Pengecekan darah tentu harus dilakukan dokter atau tenaga medis. Yang dicek adalah nilai trombosit dan hematokrit-nya. Jika trombosit turun drastis disertai hematroprit, kondisi pasien berarti berat. Sehingga pasien memerlukan infus, obat penurun panas, dan berbagai vitamin.
Masa rawan yang perlu diwaspadai saat anak terkena DBD adalah hari keempat hingga keenam. Pada hari tersebut, suhu tubuh anak biasanya turun, tetapi kondisi badannya masih lemah, bahkan terjadi sakit perut yang kadang disertai muntah-muntah.
Penurunan suhu badan anak di saat masa rawan bukan berarti anak akan sembuh, tetapi bisa jadi DBD-nya tambah berat yang ditandai dengan kondisi yang makin lemah, dingin, dan muntah.
Kondisi berat itu disebut fase demam berdarah dangue. Sedangkan fase lebih bahaya lagi adalah dengue shock syndrome (DSS). Jika sudah masuk fase DSS, artinya perlu perawatan khusus di ruang perawatan intensif.
“Jadi jangan nganggap enteng kalau suhu tubuh turun. Harus dilihat, kalau suhu itu disertai dengan keadaan anak lebih baik, lebih ceria, itu mungkin mau sembuh. Tapi kalau sebaliknya, kalau makin kelihatan lemas, apalagi sampai dingin, itu sudah masuk DSS. Jadi yang harus diwaspadai itu pada saat suhu tubuh turun,” paparnya.
Menurutnya, salah deteksi dini akibat penurunan suhu badan akan berakibat fatal. Rata-rata pasien DBD yang meninggal karena sudah memasuki fase DSS, yakni syok berulang dan pendarahan hebat. “Keterlambatan ini terjadi karena keliru dalam melakukan deteksi dini,” tandasnya.