Mundinglaya Dikusumah kisah sosok kesatria dari tanah Sunda

user
Farah Fuadona 30 Januari 2017, 11:19 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Mundinglaya Dikusumah, sosoknya dikenal sebagai sosok kesatria sejati. Bagaimana tidak? Hanya ia yang sanggup menerima titah sang prabu. Telebih saat kerajaan pajajaran ditimpa bencana, meskipun kejadian tersebut tak berlangsung lama.

Diceritakan sebuah kisah di mana bila ada seorang ksatria yang dapat mengambil Azimat Layang Salakodamas, maka Pajajaran akan tentram dan jauh dari bencana. Azimat itu harus diambil dari jabaning langit dengan mengalahkan kekuatan makhluk Tujuh Guriang. Itulah mimpi dari Sang Permaisuri Nyimas Padmawati, mimpi dalam tidurnya di malam hari ketika kerajaan ditimpa nestapa.

Prabu Siliwangi memilki dua putra yakni pangeran Guru Gantangan dan pangeran Mundinglaya Dikusumah. Tahta Pajajaran akan diserahkan Sang Prabu kepada Mundinglaya. Guru Gantangan dan anak angkatnya Sunten Jaya tidak terima kalau Mahkota kerajaan diserahkan kepada Mundinglaya, sehingga mereka pun berencana melenyapkan saudaranya itu.

Dari situ Mundinglaya dianggap kesatria sejati. Hanya dia yang sanggup menerima titah Sang Prabu. Mengambil Azimat Layang Salakadomas dari Jabaning Langit. Mundinglaya pergi membawa misi, menyelamatkan kerajaan dari malapetaka.

Walau saudara menyakiti, walau siluman dan Tujuh Guriang menghalangi, Mundinglaya tetap setia pada titah sang raja ayahanda tercinta. Lama tak dengar kabar, Mundinglaya belum kembali juga. Berita segera disebar, bahwa ksatria sejati penerus tahta Pajajaran telah gugur.

Cerita di atas adalah sedikit dari kisah Mundinglaya Dikusumah. Ini merupakan drama kolosal yang dimainkan oleh anak-anak dari Sekolah Cerdas Muthahhari. Dalam sebuah hajatan tahunan pentas seni dan kreativitas siswa dan siswi bertajuk Paraklita yang berarti Parade Kelas Minat Kita.

Ketua Komite Sekolah Cerdas Muthahhari, Muftiah Yulismi menjabarkan, sebanyak 200 anak mengikuti kegiatan ini. Mereka berlatih selama delapan bulan guna memberikan penampilan maksimal dalam pagelaran yang diselenggarakan Minggu (29/1) di Gedung Kesenian Sunan Ambu ISBI Bandung.

"Mereka tampil dua kali yaitu jam 09.30 WIB dan 15.30 WIB. Sejak delapan bulan yang lalu para siswa dan siswi giat berlatih untuk mempersiapkan pertunjukkan drama kolosal Mundinglaya Dikusumah. Latihan tidak dilakukan pada jam tambahan, melainkan kami membangunnya dari jam mata pelajaran," jelas Muftiah, Minggu (29/1).

Kepala Sekolah dari Sekolah Cerdas Muthahhari, Rizki Hamdani menjabarkan, Mundinglaya Dikusumah merupakan cerita rakyat Sunda dan Jawa Barat yang diangkat untuk mendekatkan anak-anak pada kultur daerah dan nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan orang tua pada zaman dahulu.

"Di sekolah kami ada tema tahunan, tema ini menjadi garis besar pembelajaran. Seperti urat yang menghubungkan berbagai hal dalam tubuh kita. Tema besar tahun ini adalah bercerita. Mengajar anak melalui pendekatan cerita. Ada mata pelajaran story telling, books and movies serta aktivitas yang diarahkan pada cerita," ujar Rizki.

Konon belajar lebih seru jika ada ceritanya. Hikmah juga lebih cocok disampaikan melalui cerita. Untuk itu, pihaknya mengangkat Mundinglaya Dikusumah yang didalamnya ada pesan khusus dari para guru yakni menanamkan nilai cinta tanah air, hidup rukun bersama, dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan.

Kredit

Bagikan