Joko, pengajar bimbel SMA yang meraih kejuaraan emas di Boston

user
Farah Fuadona 12 Maret 2016, 15:41 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Joko Pebrianto Trinugroho tidak mengurangi kesibukan mengajar meski tengah persiapan melanjutkan S3. Selain menjadi guru IPA untuk bimbingan belajar SMA di Bandung, pemuda kelahiran 1991 ini ikut mempersiapkan olimpiade SMA di beberapa daerah di Jawa Barat.

“Saya mengajar bimbel SMA di Bandung, selain itu mengajar persiapan olimpiade SMA di beberapa daerah seperti Depok, Bekasi, Indramayu, Cirebon, Kuningan,” katanya, kepada Merdeka Bandung.

Di masa kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB), nama Joko Pebrianto dan timnya sempat mencuat. Terutama setelah mengikuti ajang tahunan biosintetik bergengsi yaitu International Genetically Engineered Machine (IGEM) 2014 di Boston, AS. Di ajang ini ia dan tiga rekannya berhasil meraih medali emas.

Joko menuturkan, waktu itu ia memimpin tim yang terdiri dari Tri Ekawati Heryanto (Magister Bioteknologi 2013), Kenia Permata Sukma (Mikrobiologi 2011), dan Christian Heryakusuma (Kimia 2012). Joko sendiri Magister Bioteknologi 2013.

Tim bersaing dengan berbagai belahan dunia. Persaingan antar tim sangat ketat, diikuti peserta dari Asia, Eropa, Amerika, Australia ikut berkompetisi. Universitas ternama seperti Harvard, MIT, Oxford, juga ikutan.

Tim IGEM ITB sendiri mempresentasikan hasil riset rekayasa bakteri Escherichia Coli yang dapat menghasilkan protein untuk mendegradasi plastik jenis PET dan PCL.

“Karena kompetisi tim, kami satu tim bekerja sama untuk memenuhi kriteria agar dapat medali emas. Kami membagi tugas satu sama lain, ada yang mengerjakan penelitian laboratorium, pemodelan, human practice semacam penyuluhan dan kegiatan untuk menyebarluaskan biologi sintetik, ada yang membuat website yang harus dibuat oleh semua tim. Kami juga membantu tim dari universitas lain sehingga dapat meraih medali emas,” kenangnya.

Banyak tantangan yang ditemui tim masa itu, mulai ketersediaan alat dan bahan yang masih terbatas. Tak hanya itu, waktu pemesanan bahan-bahan yang cukup lama sehingga memperlambat waktu pengerjaan. Ditambah lagi penyesuaian jadwal kerja laboratorium dengan waktu kuliah yang harus disesuaikan.

Tantangan lainnya adalah menyatukan misi dan visi mengingat tim terdiri dari mahasiswa dari berbagai program studi seperti biologi, mikrobiologi, S2 Bioteknologi, kimia, teknik elektro. “Sehingga perlu penyesuaian jadwal kuliah dan juga menyamakan persepsi agar dapat dimengerti bersama,” katanya.

Saat ini Joko berencana melanjutkan S3 ke Inggris. Tujuannya untuk mendalami ilmu biosintetik. “Insya Allah saya berencana melanjutkan ke Imperial College London,” katanya.

Sebelumnya, ia menamatkan S1 dan S2-nya di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB. Di tengah kesibukannya mengajar bimbel dan persiapan S3, Joko masih terlibat pengembangan komunitas biologi sintetik bernama Synbio Club di ITB.

Synbio Club adalah komunitas ilmu biologi sintetik. Kegiatannya diskusi serta seminar tentang biologi sintetik, diskusi online terkait ilmu hayati yang dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Rencananya, komunitas ini akan menjadi unit kegiatan mahasiawa ITB.

Kredit

Bagikan