Peneliti ITB ciptakan bakteri pendeteksi kanker hati

user
Farah Fuadona 06 Januari 2016, 09:32 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Escherichia coli atau E coli selama ini dikenal sebagai bakteri berbahaya bagi tubuh. Di tangan sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), bakteri ini berhasil direkayasa untuk mendeteksi kanker penyebab kanker hati.

Alat pendeteksi tersebut bernama biosensor berbasis sel E coli yang sudah dimodifikasi. Biosensor berfungsi mendeteksi Aflatoxin, yaitu racun penyebab kanker hati yang biasa terdapat pada kacang-kacangan seperti kacang, padi, jagung yang merupakan satu komoditas utama di Indonesia.

Peneliti dari Bioteknologi ITB, Ari Dwijayanti, menjelaskan Aflatoxin merupakan zat yang dihasilkan jamur Aspergillus sp. Jamur ini biasa menyerang kacang-kacangan pada pengelolaan pertanian pascapanen.

Aflatoxin  sangat berbahaya bagi kesehatan. Racun ini memiliki daya tahan tinggi, tidak akan hilang dengan cara dibilas atau dipanaskan sampai 200 derjat celcius.

"Aflatoxin ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia secara langsung maupun tidak langsung, yakni mengikuti mata rantai makanan,” jelas Ari Dwijayanti, kepada Merdeka Bandung.

Lulusan Bioteknologi 2012 ini menuturkan, ide pembuatan Biosensor Aflatoxin muncul pada 2013. Eksekusi pembuatan dilakukan oleh tim yang mengikuti ajang tahunan bergengsi yang digelar MIT Amerika Serikat, yakni International Genetically Engineering Machine (IGEM).

Selain Ari yang merupakan ketua Tim IGEM ITB, anggota tim yang berperan dalam penelitian ini adalah Dimas Dwi Adiguna (Teknik Kimia 2010), Nuke Ayu Febriana (Mikrobiologi 2010), Indra Rudiansyah (Rekayasa Hayati 2010) dan Riandy Rahman N (Teknik Informatika 2010) dengan dosen pembimbing dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati ITB, Maelita Ramdani M dan Sony Suhandono.
 
Perempuan berkerudung ini melanjutkan, jika kacang-kacangan yang terkontaminasi dijadikan pakan ternak. Saat ternak itu dimakan manusia maka aflatoxin akan terakumulasi. Sehingga manusia tetap akan beresiko terkena kanker hati akibat akumulasi aflatoxin.

Ari menuturkan, penelitian biosensor Aflatoxin dilatarbelakangi rentannya perlakuan pascapanen kacang-kacangan di Indonesia yang terlalu sederhana. Mulai dari pengolahan panen hingga penyimpanan. Pengelolaan ini memungkinkan tumbuhnya jamur Aspergillus yang menghasilkan racun aflatoksin.

“Jika aflatoksin terakumulasi dalam tubuh, lama-lama akan menumbuhkan sel-sel kanker pada hati,” katanya seraya menyebutkan data International Agency for Research of Cancer, satu dari empat orang yang terkena kanker hati diakibatkan oleh aflatoxin.

“Kita ingin tahu bagaimana sampel makanan mengandung aflatoksinnya atau tidak. Kita membuat detektor,” terangnya.
 
Detektor tersebut adalah biosensor aflatoksin. Dalam IGEM 2013 yang digelar di Hongkong pada 2013. Tim IGEM ITB berhasil meraih medali perak dan mampu berkompetisi dengan 205 tim lainnya yang berasal dari kampus ternama di dunia seperti MIT, Harvard University, Groningen University dan lainnya.
 
IGEM merupakan kompetisi rutin yang digelar MIT AS. Waktu mengikuti kompetisi itu, Ari sendiri masih studi di S2 Bioteknologi ITB.

Kredit

Bagikan