Dadang tukang loak, relawan Taman Pustaka Bunga Bandung
Bandung.merdeka.com - Dadang Rohimat (56) sedang menyapu jalan setapak Taman Pustaka Bunga Kandaga Puspa Bandung, selepas hujan sore itu. Hujan deras membuat jalan tersebut licin dan becek.
Dadang adalah relawan yang mengurusi taman di Jalan Cilaki itu. Ayah tiga anak itu diminta bekas manajemen taman, Kandaga Puspa, untuk menjaga dan memelihara taman.
Sebagaimana relawan, ia tidak menerima penghasilan atau honor. Sudah setahun ia merawat taman yang sempat terkenal karena penuh dengan anggrek-anggrek langka khas hutan tropis Indonesia.
“Saya jadi relawan karena sayang saja tamannya sudah jadi, tinggal dirawat dan diteruskan. Saya juga dapat amanat dari manajemen taman untuk menjaganya,” kata Dadang, kepada Merdeka Bandung, Senin (7/3).
Manajemen adalah Kandaga Puspa, yaitu pihak yang menggagas revitalisasi Taman Cilaki untuk dijadikan taman konservasi bunga anggrek dan tanaman hias. Kandaga Puspa berisi sarjana-sarjana pertanian Universitas Padjdjaran (Unpad) yang bekerja sama dengan Komunitas Petani Bunga Bandung.
Pada awal diresmikan Pemkot Bandung 2013 lalu, Taman Pustaka Bunga cukup elok. Pohon-pohon rindang sempat ditanami bunga-bunga anggrek yang berbunga. Para petani bunga juga sempat melakukan pameran bunga.
Namun peresmian taman tidak diiringi dengan pemeliharaan yang jelas dan berkelanjutan. Hal itu membuat manajemen Kandaga Puspa mengundurkan diri sebagai manajer taman.
Sejak 2015 awal, taman hanya dikelola relawan, salah satunya Dadang. Pria yang sehari-hari jualan barang loak ini dibantu dua orang relawan. Dadang dan kawan-kawannya pun berinisiatif menuliskan papan nama bertuliskan: “Pemeliharaan dan Perawatan Taman Kandaga Puspa Dikelola Oleh Relawan.”
“Dulu kita sempat punya enam orang park ranger yang khusus merawat taman. Tapi yang namanya relawan, honornya tidak jelas. Akhirnya mereka keluar cari kerjaan lain. Sekarang tinggal saya dan dua relawan,” kata Dadang, mantan koordinator park ranger 2014. Park ranger adalah relawan yang dibentuk Pemkot Bandung untuk menjaga kebersihan taman-taman di Kota Bandung.
Kemarau panjang tahun lalu memperparah kondisi taman. Banyak bunga-bunga anggrek yang mati kepanasan. SDM yang ada tidak mampu mengatasi dampak kemarau panjang.
“Kita di sini membersihkan dan menjaga taman saja sudah lumayan,” katanya. Selain itu, pihaknya menjaga taman agar tidak rusak atau menjadi tempat tidur tunawisma.
Meski ikhlas menjadi relawan, tentu ia harus memiliki penghasilan. Dadang pun terus menggeluti usaha jualan barang-barang loak. Tiap pagi hingga pukul 12.00 ia menjajakan barang loak di trotoar Jalan Cilaki-Cibeunying, salah satu sentra barang loak di Bandung.
Siangnya baru ia ke taman yang jaraknya hanya beberapa meter dari sentra barang loak itu. Bisnis barang loak itu sudah digelutinya selama 15 tahun. “Kalau tidak ngeloak mah pasti sulit saya,” katanya.
Dari loak pula ia menghidupi tiga anaknya. Saat ini seorang anaknya masih kuliah mengambil D3 di perguruan tinggi swasta, dua anak lagi sudah bekerja. Anak pertama kerja di ITB, anak kedua di hotel.
Menjadi relawan taman sempat dikomplain sang istri. Tapi Dadang tetap menjalaninya sambil menunggu nasib pengelolaan taman selanjutnya. Apakah akan dilanjutkan manajemen lama atau diambil alih oleh Pemkot Bandung.
“Saat ini nasib pengelolaan taman menggantung. Kalau lahannya kan punya Pemkot, cuman pengelolaannya yang tidak jelas,” katanya.
Pengelolaan taman dengan misi konservasi anggrek dan tanaman hias tidaklah mudah. Perlu kepengurusan yang jelas dan anggaran yang juga jelas. “Tidak bisa hanya mengandalkan relawan,” katanya.