Sekolah unik di Bandung belajarnya dari komunitas dan masyarakat

user
Farah Fuadona 14 Juni 2016, 12:06 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pendidikan jenjang SMA yang diselenggarakan Semi Pilar terbilang unik. Kurikulumnya tidak mengacu pada kurikulum nasional. Namanya Komunitas Petualang Belajar (KPB). Jumlah siswanya hanya 8 sampai 10 per angkatan.

“Kalau istilah kami, KPB adalah sekolah dengan status homeschooling yang berbasis komunitas. Anak-anak didik kami belajar di lapangan, di komunitas dan masyarakat,” ujar guru KPB Semi Pilar, Agni Yoga Airlangga di Semi Pilar Jalan Sukamulya 77 Bandung, Senin (13/6).

Posisi Agni di KPB bukan diistilahkan guru, tetapi pendamping. Tugas pendamping memfasilitasi kebutuhan belajar para siswanya. Sedangkan mengenai pelajaran, siswa sendiri yang menyusun.

Namun pelajaran yang dimaksud bukan pelajaran sebagaimana kurikulum nasional yang terdiri dari beragam hafalan yang kemudian diujiankan. Pelajaran di KPB adalah terjun langsung ke lapangan.

Contohnya, siswa setingkat kelas satu SMA KPB Semi Pilar baru-baru ini bekerja sama dengan komunitas penelitian Akatiga. Di bawah bimbingan para peneliti profesional, mereka dilatih membuat penelitian kualitatif ilmiah.

Selama setahun, mereka hanya dua minggu menghabiskan waktu di dalam kelas. Sisanya di luar kelas, antara lain workshop penelitian seminggu sekali dengan para peneliti Akatiga. Tiap pertemuan mereka mengikuti kelas workshop mulai pukul 09.00-12.00 WIB.

Puncaknya mereka melakukan riset lapangan di Kampung Sekepicung Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, dan Kampung Cigumentong di kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK). “Kami percaya proses belajar seperti ini menjadi salah satu alternatif membongkar sekat-sekat yang ada di institusi pendidikan,” kata Agni.

Saat mereka naik tingkat ke kelas setara kelas dua SMA, pelajaran bersama komunitas dan masyarakat terus dilanjutkan. Para murid sendiri yang menentukan komunitas mana yang akan dijadikan tempat belajar. Sejumlah komunitas yang sudah dijejaki kerjasama oleh para siswa selain Akatiga antara lain komunitas pecinta alam Wanadri dan Paguyuban Ajen Sunda Seja Raharja (Passer). “Ke depan (kelas dua) kolaborasi terus dilakukan agar bertumbuh sebanyak mungkin,” kata Agni.

Jika mereka menyelesaikan jenjang setingkat kelas tiga, mereka akan siap-siap mengikuti ujian persamaan agar mendapatkan ijazah. Dengan demikian mereka bisa mendaftar ke kampus atau perguruan tinggi.

Salah seorang siswa Asyafa Mutia (16) mengaku banyak manfaat yang dirasakan selama sekolah di KPB Semi Pilar. Misalnya saat melakukan penelitian di Kampung Sekepicung dan Kampung Cigumentong, dirinya merasa tumbuh keberanian ketika berhadapan dengan masyarakat. “Saya jadi lebih berani bertanya. Dulu saya jarang ngomong apalagi sama orang baru,” katanya.

Kredit

Bagikan