Bandung Philharmonic bermain musik bersama anak-anak autis

user
Mohammad Taufik 31 Mei 2016, 10:55 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Pekik nyaring anak-anak tiba-tiba mengusik Fashion Mall yang tenang. Sebuah panggung mini berdiri dengan spanduk bertuliskan 'We Care We Share,' yaitu tema acara yang digagas BTC Fashion Mall bekerja sama dengan Bandung Philharmonic dan Rumah Autis Bandung.

Dalam acara itu Rumah Autis Bandung membawa sekitar 15 anak-anak berkebutuhan khusus, 10 guru dan relawan serta orang tua murid. Inti acara untuk mengenalkan alat-alat musik orkestra kepada anak-anak berkebutuhan khusus.

Namun begitu acara dibuka oleh host yang juga Public Relations BTC Fashion Mall, Fadila Rahmatunnisa, beberapa anak yang hiperaktif langsung berulah. Mereka langsung merebut mic host kemudian berbicara.

Ada anak yang menyanyikan lagi 'Bang Jali', nyanyi dalam bahasa mirip mandarin, hingga memberikan sambutan untuk menyapa hadirin. Ada juga anak yang menangis hingga guru mereka berusaha keras mengendalikannya.

Di tengah ingar bingar itu, salah satu pendiri Bandung Philharmonic, Airin Efferin, dan personelnya, Fauzie Wiriadisastra, mulai membuka alat musik yang mereka bawa, antara lain biola, perkusi, drum, trombone dan horn yang bentuknya mirip terompet.

Mereka mulai memasang alat musik tersebut di depan panggung. Perhatian anak-anak berkebutuhan khusus pun terpecah. Mereka mulai mengerubuti alat-alat musik orkestra.

Beberapa anak tertarik belajar alat musik, namun ada juga yang sekadar main-main, menepuk-nepuk, meniup, menggesek, atau membulak-balikan terombun dan horn keanehan dengan bentuknya.

Anak yang tadi merebut mic host kemudian terlibat berebut alat musik, meski ada juga yang masih penasaran dengan mic host.

Tadinya, grup musik orkestra Bandung itu akan menyajikan satu dua aransemen. Namun karena antusiasme anak-anak sangat tinggi, rencana tersebut batal. Bandung Philharmonic hanya berhasil membentuk grup mini orkestra dadakan. Anak paling besar dipilih menjadi konduktor, anak lain memegang perkusi, terombum, horn dan drum. Airin sendiri sibuk mengajarkan cara menggesek biola.

Hampir satu jam anak-anak autis dari Rumah Autis menyajikan 'performance' mereka. Acara ini cukup menarik perhatian pengunjung mal.

Guru Rumah Autis Bandung, Rahmat Yusuf, mengatakan acara tersebut penting bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Selama ini mereka lebih sering jalan-jalan ke taman.

Kini untuk pertama kalinya anak-anak autis menginjak mal, melihat barang-barang yang ada di mal dan berinteraksi dengan alat-alat musik orkestra. "Kita juga ingin menunjukkan ke pengunjung mal bahwa anak-anak berkebutuhan khusus bisa bermain sebagaimana anak lainnya, bermain ke mal, bermain musik," kata Rahmat.

Pendiri Bandung Pilharmonic, Airin Efferin menambahkan, pada dasarnya anak-anak autis berpotensi menjadi musisi. Ada banyak musisi besar juga autis. Maka lewat perkenalan dengan alat musik orkestra tersebut, minimal anak-anak autis bisa memasuki dunia musik, meski sekadar membunyikan.

"Kita kan sebagai kreator, menciptakan suatu bunyi atau melodi. Pada dasarnya kita semua kreator, entah menulis, membuat makanan dan aktivitas kehidupan lainnya. Kalau buat anak autis kan mereka kaya di dunia sendiri. Dengan memberi kesempatan mereka bermain alat musik kita memberi kesempatan mereka untuk mencipta sesuatu juga," ujar Airin.

Kredit

Bagikan