Surat terbuka untuk Komandan Brimob terkait intimidasi wartawan
Bandung.merdeka.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung menyampaikan surat terbuka terkait intimidasi terhadap salah seorang jurnalis yang tengah bertugas dalam peristiwa kerusuhan di Lapas Banceuy, Sabtu (23/4) lalu.
Intimidasi dialami jurnalis foto Inilah.com Bambang Prasetyo alias Ibenk yang dipaksa anggota Brimob dan kepolisian menghapus foto-foto hasil jepretannya. Setelah itu, Bambang dipotret dan diancam.
Berikut surat AJI Bandung yang diberi judul 'Surat Terbuka kepada Komandan Brimob saat Kerusuhan Lapas Banceuy':
Yth Pak Komandan,
Izinkan kami, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, menyampaikan beberapa pemikiran dan sikap kami atas apa yang terjadi di Lapas Banceuy, Sabtu (23/4) pagi. Bukan tentang kerusuhan yang mencekam banyak orang, tetapi tentang intimidasi yang terhadap salah seorang jurnalis yang tengah bertugas. Intimidasi yang kami yakini tak kalah mencekamnya.
Fotografer Inilah.com Ibenk menceritakan kejadian tersebut kepada kami. Kiranya Bapak juga bersedia mendengarkannya kembali cerita tentang bagaimana ia dipaksa menghapus foto-foto hasil jepretannya. Terlebih lagi tentang bagaimana ia dipotret oleh anak buah Bapak disertai kalimat mengancam.
Ibenk masuk ke dalam Lapas bersamaan dengan masuknya rombongan pengamanan dari Brimob. Ada tanda pengenal pers tempat ia bekerja, tergantung di lehernya. Di lorong-lorong lapas, ia mengabadikan beberapa narapidana yang tergeletak dan mengalami luka. Itu fakta yang direkam oleh jurnalis.
Ketika hendak keluar lapas, ada anak buah Bapak yang memerintahkan agar Ibenk ditahan. Beberapa petugas polisi lantas menarik Ibenk dan berusaha merebut kameranya. Ibenk mengingat betul peristiwa tersebut.
"Saya berusaha bertahan. Mereka mau ambil dan hapus foto saya, saya bilang, kalau mau dihapus di luar saja, karena di luar saya tahu ada rekan-rekan wartawan yang lain,” tutur Ibenk.
Anak buah bapak tidak mengizinkan Ibenk keluar. “Akhirnya saya biarkan mereka menghapus foto-foto kejadian di dalam Lapas, daripada foto saya dihapus semua," katanya.
Tak cukup sampai di situ, seorang anak buah Bapak memotret kartu pers dan kemudian wajah Ibenk, sembari berkata: “Kalau foto-foto ada yang tersebar, saya cari kamu!”
Fotografer Tempo Prima Mulia yang juga ada di lokasi kejadian menguatkan kesaksian Ibenk. Ia mendapati wajah koleganya tersebut panik dan memberi tanda agar kami segera keluar dari lapas. Belakangan ia pun tahu, Ibenk dipaksa menghapus hasil jepretannya, kemudian difoto oleh anak buah Bapak.
Apa yang terjadi dan menimpa Ibenk adalah sebuah intimidasi. Bapak mestinya paham, seorang jurnalis bekerja atas nama kepentingan publik dan dilindungi oleh Undang-Undang no 40 tahun 1999 tentang Pers. Seseorang yang menghalangi kerja jurnalis dapat diancam pidana.
Ironis mengetahui bahwa intimidasi dilakukan justru oleh para penegak hukum. Mereka yang mestinya berdiri paling depan mengawal pelaksanaan undang-undang.
Sebagai seorang jurnalis, Ibenk memikul tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan kredibel bagi masyarakat. Apa yang ia lakukan di lorong-lorong Lapas Banceuy merupakan bagian dari pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Termasuk jika yang dipotret Bambang adalah fakta-fakta “kurang menyenangkan” tentang apa yang dilakukan oleh anak buah Bapak terhadap para napi.
Informasi kredibel dan terverifikasi ini penting di tengah banjir informasi di era internet. Bapak bisa melihat beragam foto tetang rusuh Lapas yang saat ini beredar di internet, yang entah diambil oleh siapa dan untuk kepentingan apa.
Kami mengecam tindakan intimidatif yang dilakukan anak buah Bapak karena bakal menjadi preseden buruk bagi penjaminan kebebasan berekspresi. Yang paling dirugikan dari intimidasi-intimidasi seperti ini adalah masyarakat karena mereka berhak atas informasi yang akurat dan terverifikasi dari para jurnalis di lapangan.
Saya berharap Bapak bakal mengubah cara pandang terhadap kinerja jurnalis di masa mendatang. Jika memang sebuah TKP belum aman, dan wartawan belum bisa meliput ke dalam, sampaikan itu secara jelas kepada kami.
Di lapangan, kita sama-sama menjalankan tugas yang diamanatkan Undang-undang. Harusnya ada rasa saling hormat dan pengertian atas tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Hormat kami,
Adi Marsiela
Ketua AJI Bandung