Tak rencanakan kehamilan bisa lahirkan bayi transgender?

user
Farah Fuadona 20 Maret 2016, 11:01 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Orientasi seksual sudah terbentuk sejak proses awal kehamilan. Sejak proses pembentukan bayi dalam perut, orientasi seks ini sudah mulai terjadi pemisahan. Bayi laki-laki orientasi seksnya pada perempuan, begitu juga sebaliknya.

Menurut dr. Mulyanusa Amarullah Ritonga, dalam istilah medis proses itu disebut development of gonad.“Development of gonad mulai terjadi sejak usia kehamilan delapan minggu,” katanya, dalam temu ilmiah dengan tema “Quo Vadis LGB-T?” di Kampus FK Unpad, Bandung, Sabtu (19/3).

Teknisnya, pemisahan orientasi seks laki-laki dan perempuan terbentuk lewat komponen kromosom XY untuk laki-laki dan kromosom XX untuk perempuan. Namun ketika individu memiliki perbedaan karena faktor jumlah kromosom, maka akan terjadi ketidakjelasan alat kelamin (ambiguous genitalia) berupa interseksual dan transeksual.

Interseks adalah seseorang yang lahir dengan alat kelamin yang tidak sesuai dengan definisi perempuan atau laki-laki (hermaprodit). Sedangkan transeksual adalah orang yang mengalami ketidakcocokan seks biologis bawaannya dengan seks biologis yang diinginkannya (waria).

Namun menurut Mulyanusa, kasus tersebut sangat sedikit. Berdasarkan penelitian, 1 dari 2000 kelahiran bayi dalam kondisi interseks atau 98 persen bayi terpengaruh kelainan bawaan atau congenital adrenal hyperplasia.

Masalah tersebut bisa dideteksi dini dengan perencanaan kehamilan. Lewat cara ini, kehamilan dipantau secara medis. Jika ada indikasi ambiguous genitalia bisa cepat diatasi dengan tindakan medis yang tepat.

“Kelemahan di Indonesia banyak yang tidak merencanakan kehamilan. Tahu-tahu datang ke dokter dalam kondisi hamil, padahal sebelumnya melakukan KB,” tutur Mulyanusa.

Kendati demikian, kasus ambiguous genitalia kemungkinannya sangat kecil. Ia mengaku selama praktik tidak pernah menemukannya.

Ia menambahkan, perencanaan kehamilan penting untuk melakukan deteksi dini atau manajemen genital terhadap bayi baru lahir. Bayi dengan usia kurang dari 18 bulan akan lebih mudah dilakukan manajemen genital. Terapinya dengan hormon atau operasi ganti kelamin.

Berdasarkan pengalaman, kata dia, kebanyakan kasus ambigu genital diketahui saat usia remaja atau saat mau nikah. “Itu paling sering datang ke klinik pas nikah,” katanya.

Kredit

Bagikan