Pakar gempa Bandung minta pemerintah beli alat baru deteksi gempa
Bandung.merdeka.com - Gempa bumi di 682 kilometer barat daya Kepulauan Mentawai, Samudera Hindia, yang terjadi pada Rabu 2 Maret lalu menegaskan pentingnya data seismik dasar laut. Saat ini, Indonesia sangat kekurangan data dasar laut sebagai pijakan untuk menganalisis sumber gempa di lautan.
Hal itu terungkap dalam diskusi 'Gempa Bumi Samudera Hindia' di Kampus ITB, Bandung, Kamis (10/3). Disebutkan, data seismik dasar laut sangat penting bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Mayoritas wilayah Indonesia adalah lautan. Selain itu, secara umum daerah di Indonesia berpotensi gempa.
Berkaca dari gempa Samudera Hindia tersebut, pakar gempa ITB Irwan Meilano merekomendasikan agar pemerintah memiliki Ocean Bottom System (OBS).
OBS berfungsi merekam data yang terjadi di dalam samudera. Data hasil OBS akan dianalisis untuk menentukan skala magnitude dan mekanisme gempa. "Kebutuhan Ocean Bottom System ini mendesak," kata Irwan.
Gempa Samudera Hindia 2 Maret lalu menjadi pembelajaran penting terutama bagi pakar gempa. "Sudah sewajarnya negara sebesar kita memiliki OBS. Harga satu triliun tidak terlalu besar dibandingkan dampak bencana banjir Jakarta atau Bandung Selatan yang diperkirakan mencapai Rp 1,6 triliun," ujarnya.
Harga OBS sendiri memang sangat mahal, mencapai Rp 1 triliun. Namun jika dibandingkan dengan kegunaan atau mitigasi bencana, harga itu tak seberapa. Dengan OBS, Indonesia akan memiliki sumber data akurat untuk analisis kegempaan.
"OBS akan meningkatkan akurasi data hingga 30 persen dalam konteks penentuan sumber gempa dan besaran magnitude," ujarnya menegaskan.
Sebagaimana diberitakan, sumber data yang kurang akurat membuat BMKG sempat merevisi besaran skala gempa 2 Maret lalu dari magnitudo 8,3 menjadi 7,8. Revisi ini cukup signifikan. Maka dengan data yang bersumber OBS, revisi sebesar itu tidak akan terjadi. "Kalaupun BMKG merevisi tak terlalu besar apabila punya OBS," katanya.
Rekomendasi lainnya, kata dia, pemerintah harus memiliki sistem deteksi dini tsunami. Sistem ini harus akurat dan cepat sampai kepada masyarakat. Gempa 2 Maret lalu sempat diperingatkan akan terjadi tsunami.
Menurut Irwan, gempa di Samudera Hindia tersebut memiliki mekanisme sesar geser yang menimbulkan tsunami kecil. "Keputusan ada tidaknya tsunami tidak harus nunggu air sampai ke pantai. Kalu air tak sampai, baru kita sebut tsunaminya kecil. Harusnya informasinya cepat. Harusnya kita punya sistem deteksi yang baik," katanya.