Aksi pantomim dan tabur bunga warnai Kamisan Bandung ke-125

user
Mohammad Taufik 21 Januari 2016, 20:05 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Poster-poster korban pelanggaran HAM terhampar di depan gerbang Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis (21/1). Ada poster penyair dan aktivis buruh Wiji Tukul yang hingga kini hilang tanpa jejak, poster wartawan Udin yang dibunuh karena berita, poster Munir pegiat HAM yang juga dibunuh dengan cara diracun.

Ada juga sejumlah poster berisi tulisan, antara lain: Keadilan Tidak Mati dengan Arsenik, Bapakku Diculik Jenderal Kampret, Kami Akan Tetap Ada dan Semakin Berlipat Ganda #savekamisan.

Di antara hamparan poster itu tiga pegiat Kamisan Bandung berdiri di bawah payung hitam menghadap jalan membelakangi Gedung Sate. Seorang lagi, seniman pantomim Wanggi Hoediyatno alias Wanggi Hoed, melakukan performance art.

Wanggi Hoed yang juga pelopor aksi Kamisan Bandung menaburi wajahnya dengan bedak bayi hingga putih seperti makeup yang biasa ia pakai saat aksi pantomim. Dengan bedak itu pula ia menulis "9 TH KAMISAN" di atas aspal. Ia kemudian menaburi tubuhnya dengan kembang setaman.

Aksi tersebut mendapat perhatian dari sejumlah wartawan dan pengguna jalan yang melintas di depan Gedung Sate. Di sela aksinya, Wanggi membacakan pernyataan sikapnya. Kamisan tersebut, kata dia, adalah Kamisan yang ke-125 kali, sebuah aksi diam menuntut keadilan dari negara.

Di depan Istana negara, kata dia, aksi serupa sudah dilakukan selama 427 kali atau 9 tahun sejak pertama kali digelar 18 Januari 2007. Baik aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate maupun Kamisan Jakarta di depan Istana Negara adalah wujud perjuangan dan respon konsisten atas korban, keluarga korban, serta pendampingan.

"Kami berupaya menagih janji negara dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM, utamanya pelanggaran HAM berat di masa lalu yang cenderung dilupakan dan membentur impunitas yang dilakukan negara," ungkapnya.

Sayangnya, kata dia, setelah 9 tahun Kamisan tindakan represif justru dilakukan pada pegiat Kamisan di depan Istana Negara. Mereka terancam digusur karena dibenturkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 yang melarang penyampaian pendapat dengan jarak kurang dari 100 meter dari pagar luar Istana.

"Tindak represif ini terjadi di era presiden yang digadang-gadang prorakyat. Membatasi aksi Kamisan atas nama hukum sama dengan mencederai hukum itu sendiri," katanya.

Wanggi menegaskan, Kamisan Bandung dan Kamisan Jakarta akan tetap berdiri di tempat yang sama seperti yang sudah dilakukan selama 9 tahun terakhir. Aksi dengan tagar #9tahunkamisan di depan Gedung Sate itu menyuarakan tema "Digusur kami tetap berdiri, diabaikan kami tetap mencari."

Kredit

Bagikan