Sintren, tarian mistis sang perawan
Bandung.merdeka.com - Seorang gadis tak sadarkan diri saat dibaringkan di atas tikar dan kain kafan. Dia diikat dengan tambang lalu ditutupi kain kafan dan terpal. Musik dari organ, kendang dan gitar mengalun monoton mengiringi lagu 'Kembang Rebung', lagu dengan irama Pantura yang dinyanyikan seorang sinden.
Tak jauh dari si gadis itu terdapat kurungan bambu tertutup kain warna hitam. Para pawang menabur kemenyan di atas tungku yang menyala, bau kemenyan segera semerbak.
Tiba-tiba sang pawang mengayunkangolok ke arah tubuh yang terbungkus kain dan terpal. Penonton terkesiap dan nampak kaget, namun rupanya di balik terpal itu hanya berisi ruang hampa, tak ada gadis yang tadi dihipnotis. Gadis itu hilang.
Musik terus mengalun, dua penari membuka kurungan di mana gadis tadi sudah berada di dalamnya, masih berbaring dan terikat tambang, tapi ia sudah berkostum penari sintren warna merah dengan tunik-tunik emas menyala. Dia juga mengenakan selendang, mahkota dan kacamata hitam.
Gadis itu berdiri dan menjelma jadi sintren. Ia menari lincah mengikuti gerakan penari lainnya. Namun wajah gadis itu tampak datar, bahkan dingin. Kacamata hitam yang dikenakan menambah aura mistis. Sang sintren akan pingsan ketika penonton melemparkan uang ke tubuhnya.
Adegan tersebut biasa ditampilkan para seniman sintren. Pimpinan Sintren Sekar Laras, Darto JE, Majalengka, Jawa Barat, mengatakan tidak mudah menjadi seorang sintren, ada syarat mutlak yang harus dimilikinya.
"Syarat jadi sintren ini kan harus virgin. Kalau tidak, tidak bisa jadi sintren," ujarnya saat berbincang dengan Merdeka Bandung.
Darto menjelaskan, sintren merupakan simbol dari sosok manusia yang menjaga kesucian. Sebab itulah seorang penari sintren harus tetap perawan. Jika manusia selalu menjaga kesucian, maka di dunia dan akhirat ia akan mendapat kesucian pula.
Keperawanan sendiri terkait dengan kacamata gelap yang senantiasa dikenakan sintren. Jika sintren itu seorang perawan, begitu keluar dari kurungan penglihatannya tetap akan terang, auranya akan memancar dari wajah dan tariannya.
"Jadi kalau dia virgin wajah cantiknya akan muncul. Sebaliknya kalau tidak virgin dia tidak bisa jadi sintren, malah hasilnya biasanya buruk," tuturnya.
Seni sintren banyak mengandung simbol. Seorang gadis yang diikat sebagai simbol dari perlunya mengekang hawa nafsu. Gadis ditutup dengan kain kafan menyimbolkan bahwa hidup akan berujung pada kematian. Semua itu mengingatkan manusia agar selalu menunaikan amal baik dan menjauhi perbuatan buruk. "Hidup ini kan tergantung amal-amalan," terangnya.
Sintren Sekar Laras di bawah Darto JE sudah 10 tahun berdiri. Jika Sintren Sekar Laras sedang main di Bandung, ia akan mengontak penari sintrennya yang tinggal di Bandung. Jika kelompok ini main di luar Bandung, sintren lain dipanggil.
Selama ini, Sintren Sekar Laras sudah memiliki enam angkatan sintren. Sintren angkatan sebelumnya sudah tidak bisa lagi jadi sintren karena sudah menikah atau berkeluarga.
Sintren Sekar Laras salah satu kelompok seni tradisional yang masih eksis di tengah budaya modern. Mereka tetap main dari kampung ke kampung, dari kota ke kota untuk menunjukkan kearifan lokal.
Sintren merupakan kekayaan budaya bangsa yang harus dilestarikan. Pemerintah diharapkan tidak membiarkan para seniman tradisional ini hidup sendirian.