Jelang Pilpres 2019, inilah sikap politik Ki Sunda

user
Endang Saputra 15 Agustus 2018, 14:53 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Nama Duta Besar RI untuk Ukraina, Armenia dan Georgia, Yuddy Chrisnandi sempat dideklarasikan untuk melaju menjadi calon wakil presiden oleh Ki Sunda. Namun, tak ada namanya dari daftar calon wakil presiden pada Pilpres 2019 mendatang.

Yuddy tak kecewa. Ia justru memberi pesan kepada Ki Sunda yang mengusungnya melaju menjadi calon wakil presiden untuk tetap mengikuti segala proses demokrasi dengan suka cita.

"Untuk masyarakat Sunda khususnya Paguyuban Pasundan, Angkatan Muda Siliwangi, Paguron Cimande, Sang Saka Bhuana, dan Karukunan Warga Wargi Tatar Sunda, saya selaku Dewan Pembina Organisasi ka Sundaan agar Pilpres 2019 tetap tentram," ujar Yuddy dari keterangan tertulis yang diterima Merdeka Bandung, Rabu (15/8).

Kata Yuddy, masyarakat Sunda sebaiknya tidak mudah dijadikan objek kekuatan politik dari berbagai pihak. Pilpres, lanjutnya, memang baru akan dilangsungkan pada 9 April 2019 mendatang. Masih cukup waktu untuk memperhatikan perubahan politik yang ditawarkan oleh para pasangan capres dan cawapres yang ada.

"Masih cukup waktu buat kita warga Sunda mengamati apa yang ditawarkan oleh para capres dan cawapres yang paling baik demi kemajuan kesejatera Rakyat Indonesia, serta memberikan kemaslahatan untuk membangun Jawa Barat," kata dia.

Sebelumnya, kedua tokoh besar yang diusung oleh Ki Tatar Sunda untuk melaju menjadi wakil presiden pada Pemilihan Presiden Republik Indonesia 2019 yakni Yuddy Chrisnandi selaku Mantan Menteri PAN RB yang sekarang menjadi Duta Besar RI untuk Ukraina, Georgia dan Armenia, dan Ahmad Heryawan sebagai mantan Gubernur Jawa Barat.

Pada kenyataannya, Joko Widodo meminang Ma’ruf Amin sebagai wakilnya dan Prabowo bersama Sandiaga Uno untuk melaju di Pilpres 2019 mendatang. Meski begitu, Ki Tatar Sunda mengaku berlapang dada. Toh, kedua calon wakil presiden ini juga memiliki darah Sunda.

Ketua Karukunan Tatar Sunda Aceng Ahmad Nasir mengatakan, munculnya nama KH.Ma'ruf Amin maupun Sandiaga Uno sungguh mengagetkan banyak kalangan. Soalnya, keduanya masih ada darah Sunda namun tidak masuk dalam radar Ki Tatar Sunda yang di usulkan, namun pihaknya benar-benar mengapresiasi terhadap keduanya karena sama-sama dari tatar sunda.

"Perhelatan Pilpres baru saja di mulai tentu munculnya kedua tokoh tatar sunda ini bukan serta merta begitu saja ini merupakan usulan terbaik keduanya dari kedua kubu tersebut," ujar Aceng Nasir.

Kata Aceng, Ki Tatar Sunda selaku warga-wargi Karukunan Tatar Sunda sesuai dengan misinya Sabeungketan, Saiketan, Sapamadegan yang lebih diprioritaskan adalah peran Tatar Sunda dalam kebijakan politik nasional agar orang sunda bukan hanya sebagai penonton.

"Orang sunda akan bersikap dan memilih, sebagai warga negara yang baik akan menyalurkan aspirasinya sesuai hati nurani, Karukunan Tatar Sunda tentu akan melakukan kembali Gempungan untuk menentukam sikap politik Ki Sunda pada pilpres 2019 apakah ke Jokowi atau Prabowo," jelasnya.

Sementara itu, Aceng Nasir menilai bahwa masyarakat Sunda sebagai suku terbesar ke dua di Indonesia memiliki peran penting dalam proses berdirinya Republik ini maupun mempertahankannya NKRI hingga saat ini, sangat banyak cerita heroik para pahlawan tatar Sunda.

Keterlibatan orang sunda menjadi begitu penting selain keterbukaan masyarakat yang menerima dari suku manapun dan kecenderungan orang sunda suka mengalah 'ngelehan' karena prinsip ketawadhuan menjadi karakter umum di masyarakat Ki Tatar Sunda.

Sikap egaliter orang sunda yang selalu ramah tersebut, terbuka dan mengalah terkadang dalam dunia politik itu tidak diperlukan maka sering tokoh-tokoh sunda dalam karier politik maupun jabatan lainnya pada posisi di second line Ki Tatar Sunda.

"Sejak era Bung Karno hingga era Jokowi masyarakat sunda selalu menjadi objek politik dimana bargaining orang sunda dianggap lemah maka pada positioning pun hanya alakadarnya saja jikapun ada hanya segelintir dan mudah terhempas adapun pernah menjadi Wapres Alm Umar Wirahadikusuma di era Soeharto," katanya.

Kredit

Bagikan