Dosen ITB teliti obat anti HIV dari sumber daya hayati Indonesia
Bandung.merdeka.com - Virus HIV merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh dan menimbulkan penyakit AIDS. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Adapun pengobatan HIV yang sekarang dilakukan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit tersebut, namun tidak dapat menghilangkan infeksi virus HIV pada tubuh pasien.
Oleh karena itu pencegahan penyebaran infeksi HIV perlu ditingkatkan. Diagnosis yang dini dan terapi yang tepat diharapkan dapat menjadi salah satu jalan keluar dalam masalah ini.
Sampai saat ini ada beberapa kelompok obat yang digunakan dalam terapi virus HIV. Untuk kelompok pertama, pengobatan tersebut mereka masih disubsidi oleh World Health Organization (WHO) atau organisasi kesehatan dunia dari PBB, sehingga pasien dapat mendapatkan akses pengobatan dengan relatif mudah.
Dalam hal ini, HIV, kepatuhan pasien menjadi kunci penting untuk menentukan tingkat keberhasilan pengobatan tersebut. Apabila pasien HIV mengalami kegagalan dalam pengobatan lini pertama, maka kepada pasien tersebut harus diberikan pengobatan lini kedua.
Sayangnya kelompok pengobatan kedua ini tidak disubsidi oleh WHO, sehingga tidak semua pasien bisa mengakses pengobatan ini karena harganya yang relatif mahal.
Berangkat dari persoalan itulah, Azzania Fibriani, Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung melakukan penelitian tentang Pengembangan Sistem High Throughput untuk menyeleksi kandidat obat anti HIV dari sumber daya hayati Indonesia.
"Ide dari penelitian kita adalah bagaimana caranya bisa menemukan obat-obatan anti HIV dari research Indonesia sendiri," ujar Azzania seperti dikutip dari laman ITB, Rabu (1/8).
Penelitian tentang sistem seleksi obat ini sudah dimulai sejak tahun 2017, dimanan Dr. Azzania dan tim sedang merancang suatu sistem untuk menyeleksi obat-obatan biodiversitas asli dari Indonesia sendiri. Saat ini penelitian tersebut masih dalam tahap pengembangan dan validasi.
Sistem seleksi yang dikembangkan memiliki keunggulan, selain dapat menyeleksi berbagai senyawa dalam waktu yang singkat dan bersamaan,sistem ini juga tidak perlu dilakukan di laboratorium dengan tingkat keamanan yang tinggi (Biosafety level 3).Sehingga sistem penapisan ini dapat dilakukan di hampir semua laboratorium molekuler di Indonesia. Hal ini tentu saja akan sangat menguntungkan untuk menyeleksi obat anti HIV yang baru.
"Dengan sistem ini orang tidak perlu mengembangbiakan virusnya, melalui sistem ini bisa menyeleksi obatan-obatan senyawa yang bisa menjadi kandidat untuk obat HIV. Sampai sekarang, sistem ini sedang dirancang dan sudah dalam tahap validasi. Dalam 1-2 tahun kedepan sistem ini bisa dikembangkan ke tingkat lebih lanjut lagi. Sistem ini dapat digunakan untuk mencari alternatif pengobatan untuk infeksi HIV," ujarnya.
Lewat penelitian ini pula Dr. Azzania mendapat penghargaan L’Oreal Fellowship For Women in Science tahun 2016 dalam bidang inovasi obat HIV. Dia berharap, setelah validasi selesai akhir tahun 2018 bisa segera melakukan seleksi kandidat senyawa untuk diuji pakai sistem tersebut.
"Validasi udah, sampai Oktober ini sudah siap mencoba senyawa dari bahan indonesia semua, senyawa kita dapat dari bahan alami," katanya.