Inflasi Oktober Jabar menurun, ini penyebabnya
Bandung.merdeka.com - Sebagaimana prakiraan BI Jabar sebelumnya, pada bulan Oktober 2016, tekanan inflasi Jawa Barat secara bulanan menurun ke level 0,09 persen (mtm) atau secara tahunan sebesar 2,81 persen (yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,22 persen (mtm) atau 2,54 persen (yoy).
Penurunan tekanan inflasi secara bulanan ini khususnya didorong oleh masih rendahnya tingkat harga sejumlah komoditas pangan utama seiring dengan pasokan yang masih terjaga pasca panen. Adanya gangguan infrastruktur akibat bencana di beberapa titik relatif tidak berdampak kepada proses distribusi komoditas pangan.
Berlalunya musim tahun ajaran baru khususnya untuk perguruan tinggi juga turut meredam tekanan inflasi secara fundamental. Secara historis, realisasi inflasi bulanan pada Oktober2016 sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di Oktober periode 2011-2015 yakni sebesar 0,06 persen.
"Berdasarkan disagregasinya, andil inflasi bulanan terbesar yang mencapai 0,09 persen diberikan oleh kelompok administered prices atau harga yang diatur oleh pemerintah," ujar Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat, Rosmaya Hadi dari rilis yang diterima Merdeka Bandung, Minggu (6/11).
Selanjutnya, andil inflasi bulanan juga diberikan kelompok core yakni sebesar 0,06 persen. Di sisi lain, kelompok volatile food kembali memberikan sumbangan deflasibulanan dengan andil sebesar -0,08 persen seiring dengan masih terjaganya pasokan pasca panen raya komoditas beras serta panen dini yang terjadi pada sejumlah komoditas pangan dalam rangka antisipasi kerugian di tengah curah hujan yang tinggi.
"Pada kelompok inflasi core, terjadi penurunan yang cukup signifikan pada tekanan inflasi bulanan dari 0,31% (mtm) di bulan Septembermenjadi 0,09 persen (mtm) di bulan Oktober. Penurunan ini terutama disebabkan inflasi kelompok core non-traded yang menurun dari 0,51 persen (mtm) pada bulan September menjadi 0,01 persen (mtm) pada bulan Oktober," jelasnya.
Berlalunya dampak Tahun Ajaran Baru khususnya Perguruan Tinggi menjadi faktor pendorong turunnya tekanan inflasi pada kelompok ini. Sejalan dengan hal tersebut, tekanan inflasi kelompok core traded juga menurun dari 0,19 persen (mtm) di bulan September menjadi 0,14 persen (mtm) di bulan Oktober.
Hal ini terutama disebabkan oleh harga komoditas emas yang menurun seiring dengan penurunan harga emas global serta apresiasi nilai tukar rupiah sebesar 0,77 persen selama bulan Oktober. Namun demikian, penurunan yang lebih dalam ditahan oleh meningkatnya tekanan inflasi core traded pada sub kelompok konstruksi atau kenaikan harga pada komoditas batu bata, pasir dan batako.
Kondisi ini diperkirakan seiring dengan meningkatnya kegiatan konstruksi di Jawa Barat pasca bencana seperti pembangunan rumah tinggal atau rusun, jembatan, dan lain-lainnya.
Kelompok administered prices pada bulan Oktober 2016 tercatat mengalami inflasi bulanan sebesar 0,47 persen (mtm), relatif lebih rendah dibanding inflasi bulanan September 2016 sebesar 0,52 persen (mtm). Hal ini disebabkan oleh kembali normalnya tarif angkutan udara.
Namun demikian, penurunan yang lebih dalam ditahan oleh kenaikan tarif listrik dan kereta api serta harga rokok kretek filter. Pada bulan Oktober 2016, PT. PLN kembali menaikkan tarif listrik untuk 12 golongan pelanggan non-subsidi pada rentang Rp1,5-2,25/kVA.
Selain itu, terhitung sejak 1 Oktober 2016 Pemerintah menaikkan tarif KRL Jabodetabek sebesar Rp1.000,- sebagai dampak penyesuaian Peraturan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2016 sehingga hal ini turut mendorong peningkatan tarif kereta di beberapa kota perhitungan seperti Bogor, Depok, dan Bekasi.
Adapun kembali naiknya harga rokok kretek filter merupakan imbas dari kenaikan secara bertahap harga rokok sebagai transmisi dari kenaikan cukai rokok tahunan.