Internet dikhawatirkan tumpulkan kreativitas bermusik

user
Farah Fuadona 18 Juni 2016, 10:52 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kemudahan-kemudahan yang disajikan teknologi informasi seperti internet dikhawatirkan menumpulkan kreativitas. Misalnya dalam bermusik. Sebelum ada internet, penggemar musik mencari lirik lagu harus melaku proses panjang. Kini, mencari lirik lagu cukup dengan browsing lewat ponsel pintar.

Dosen Prodi Desain Komunikasi Visual Telkom University, Lingga Agung Partawijaya, mengatakan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan internet justu bisa menumbuhkan kemalasan yang akhirnya menumpulkan kreativitas.

“Sekarang akses ke internet banyak banget tapi dipakai selfie. Sekarang pencarian semakin dan gampang tapi tak dimanfaatkan,” kata Lingga, dalam diskusi rangkaian pameran The Nekrophone Traces: Arsip, Manuskrip dan Dokumentasi Homicide berjudul “Musik, Spiritualitas dan Perubahan Sosial,” di Artspace & Library, Bandung, Jumat (17/6) sore.

Internet yang memiliki segudang informasi seharusnya dipakai untuk melakukan pencarian yang lebih mendalam, misalnya masalah-masalah sosial. Tetapi yang terjadi justru makin meringkas (reduksi) komunikasi.

Contohnya lewat meme komunikasi yang mestinya panjang menjadi dipersingkat. Misalnya di Ramadan ini bertepatan dengan diputarnya film Conjuring 2. Dalam film ini ada hantu yang berkerudung bernama Valak. Lalu muncul meme yang berkata “Valak saja pakai kerudung masa loe enggak?”

Di bidang musik pun demikian, terjadi ringkasan proses yang luar biasa. Padahal dalam proses yang diringkas tersebut terjadi kreativitas-kreativitas. Misalnya dulu orang mendengarkan lagu sambil membaca liriknya yang ada di cover album.

Lalu bagaimana dengan penggemar musik bawah tanah yang nyanyian liriknya tidak jelas karena suaranya yang keras? Lingga menuturkan, misalnya saat mendengar Prapatan Rebel ia sengaja mendengar sambil menulis liriknya.

“Sekarang kan ingin cari lirik tinggal browsing, dunia menjadi simple,” katanya.

Sehingga tidak heran kini sulit menemukan musik yang memiliki lirik yang kuat dan mencerahkan. Beberapa musik bawah tanah dulu yang dinilai memiliki lirik kuat antara lain Forgotten, Jeruji, Homicide, dan lain-lain.

“Kalau musik barat saya masih bisa menemukan lirik-lirik itu,” katanya.

Hery Sutrisna a.k.a Ucok Homicide menambahkan, di era sekarang ini dirinya tidak lagi percaya bahwa musik bisa mengubah dunia. “Tapi kalau musik mengubah persepsi individu pada dunia iya,” katanya.

Kuatnya pengaruh musik, sambung dia, tergantung dari bagaimana pengalaman mengonsumsi musik. Dulu sebelum kemajuan teknologi, membeli musik ada semacam ritual wajibnya. Antara lain membeli kaset pita di toko musik atau penjual kaset bekas.

Setelah mendapat album, kemudian dibaca covernya dari ujung ke ujung. “Beda dengan sekarang. Ada sesuatu yang hilang dalam mengonsumsi musik, yaitu prosesnya,” katanya.

Bagi musisi pun dalam membuat album harus berpikir dari ujung ke ujung, dari awal album sampai akhir. Beda dengan sekarang, membuat lagu cukup dengan meluncurkan single.

Kredit

Bagikan