Penanganan anak korban kekerasan seksual harus jangka panjang
Bandung.merdeka.com - Kasus Saiful Jamil menunjukkan bahwa pelecehan seksual masih menjadi ancaman terhadap anak dan remaja. Kekerasan seksual akan menimbulkan dampak yang panjang pada korban. Terlebih jika korban masih anak di bawah umur.
Psikiater Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dr. Teddy Hidayat, mengatakan penanganan terhadap korban kekerasan seksual harus ditangani secara jangka panjang.
“Penangan korban kekerasan seksual pada anak harus ada pendampingan. Karena ini bukan hanya trauma fiisk pada waktu kejadian saja tapi itu harus terus di follow up jangka panjang,” kata Teddy, kepada Merdeka Bandung.
Pendampingan tersebut, kata dia, harus menyasar banyak bidang yang menyangkut perkembangan anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Mulai dari pendampingan motivasi, edukasi seks, memantau orientasi seks korban pada lawan jenis, dan seterusnya.
Pendampingan tersebut berlanjut sampai saat si anak tumbuh dewasa harus menentukan pasangan atau pernikahan.
Ia menuturkan, suatu kasus korban kekerasan seksual biasanya menghadapi titik rawan dalam perkembangan hidupnya. Misalnya jika korbannya perempuan, pada malam pertama pernikahan bisa jadi mengalami kesulitan berhubungan dengan suami.
“Jadi dampaknya begitu panjang untuk perempuan,” katanya.
Jika korbannya laki-laki, sambung dia, ada kecenderungan korban menyukai sesama jenis atau muncul dendam yang mendorong kekerasan seksual lainnya.
Korban pelecehan seksual laki-laki terhadap anak laki-laki bukan berarti menunjukkan homoseksual menular. Teddy menjelaskan, saat kejadian korban mendapat semacam ‘reward’ atau perasaan nikmat di otaknya.
“Dia ingin mendapatkan kenikmatan itu lagi sehingga jadi kebiasaan,” katanya.
Untuk mengatasi masalah orientasi sesksual pada korban, menurutnya bisa diatasi dengan melibatkan psikiater atau konseling.
“Banyak yang bisa dilaukukan untuk memonitoring apakah dia tumbuh kembangnya sesuai atau tidak. Kalau ada penyimpagan kita perbaiki,” katanya.