Perjuangan guru SD latih anak berkebutuhan khusus tanpa dibayar

Oleh Muhammad Hasits pada 14 Desember 2015, 11:27 WIB

Bandung.merdeka.com - Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Karena memerlukan perlakuan khusus, keberadaan mereka sering terpinggirkan, salah satunya dalam memeroleh akses pendidikan.

Hal itu rupanya disadari betul oleh Ima Choeriyah (45). Guru kelas 1 di SD Cigugur Tengah Kota Cimahi ini memiliki pandangan lain. Menurut dia setiap anak memiliki potensinya masing-masing termasuk ABK yang diperlukan adalah peran guru untuk menggali potensi setiap anak didiknya tanpa membeda-bedakan kondisi anak.

Berawal dari sekitar tahun 2010, di sekolahnya tempat mengajar mulai diberlakukan sekolah inklusi. Dengan adanya status ini sekolah wajib menerima anak berkebutuhan khusus.

"SD Cigugur Tengah dulu dianggap sebagai kumpulan anak-anak bodoh. Saya penasaran, masa anak-anak katanya tidak ada potensi. Nah saat itu saya  berpikir bahwa yang harus diubah itu dimulai dari gurunya, "ujar Ima kepada Merdeka Bandung saat ditemui di SD Cigugur Tengah, Jalan RH Abdul Halim, Kota Cimahi.

Sejak saat itu Ima mulai berpikir untuk mengubah pandangan tersebut. Salah satu inovasi yang dilakukan yakni melalui pendekatan kesenian. Ima ingin menggali potensi lain yang sebenarnya dimilik oleh anak-anak didiknya. Kesenian dipilih sebab potensinya dinilai  paling mudah untuk diolah oleh anak-anak.

"Waktu itu saya ajak dua orang murid saya ke Saung Angklung Mang Udjo. Kami lihat pertunjukan angklung di sana. Kemudian saya tanya sama  murid saya, mau ga dia belajar angklung. Dia jawab mau belajar angklung. Dari situlah mulai belajar angklung," lulusan Jurusan PGSD UPI Bandung ini.

Ima kemudian menjadi pembina eskul kesenian angklung di sekolahnya. Secara jujur Ima mengaku bahwa diirinya tidak bisa bermain musik. Namun berkat tekadnya untuk memajukan anak didiknya melalui kesenian, dia pun belajar bersama anak-anak didiknya.

"Anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita, Saya ajak mereka untuk bermain alat musik angklung. Dia ikuti, bisa membunyikan alat musiknya bersama teman-temannya, buat Saya itu udah bagus," tutur Ima yang mulai mengajar sejak  tahun 2001 ini.

Untuk membeli peralatan kesenian bahkan Ima harus merogoh kocek dari gaji bulanannya sebagai guru. Ima masih ingat saat itu dia membeli tiga set angklung seharga Rp 900 ribu. Seperangkat alat musik ini kemudian digunakan untuk latihan kesenian anak-anak di sekolah.

"Saya tidak punya pendidikan tentang musik. Pada saat awal-awal saya belajar bareng saja dengan anak anak, seadanya. Tidak apa-apa diketawain juga," ucap wanita kelahiran 2 Agustus 1970 ini.

Kegiatan kesenian yang dilakukan oleh Ima bersama murid-muridnya tidak selalu mendapat apresiasi. Saat awal-awal lontaran-lontaran bernada-nyinyir dari sempat dia terima.

"Pada saat awal-awal mengajar angklung ada juga yang nyindiri karena dianggapnya jelek. 'Nanaonan kacape cape, buang-buang dana ' (buat apa cape-cape, buang buang dana). Ada yang sempat bilang seperti itu. Kalau Saya kan tidak seperti itu. Saya lihatnya potensi anak," kata Ima menirukan ucapan orang tersebut.

Namun Ima tak begitu memperdulikan nada-nada miring dari pandangan orang lain. Tujuannya hanya satu, ingin anak didiknya menjadi lebih berkembang salah satunya lewat jalur kesenian. Untuk awal-awal  Ima bersama muridnya biasa mengiringi untuk membawakam lagu-lagu wajib di sekolah. Dia biasa memainkan piano yang berperan sebagai pengatur tempo lagu.

"Waktu awal-awal kan mainnya juga masih seadanya. Kadang temponya kecepetan atau terlalu lambat. Dari situ saya mulai belajar piano, walaupun sebenarnya saya tidak bisa main piano, ya diulik saja. Yang penting pede," katanya.

Sejak saat itu, Ima bersama murid-muridnya mulai mencari informasi agar bisa tampil di luar sekolah. Untuk awal-awal mereka biasa tampil di acara karang taruna yang berada di sekitar lingkungan sekolah.

"Pas awal-awal justru kita yang mengajukan untuk tampil di acara tujubelasan. Untungnya karang tarunanya mengapresiasi. Saya dan anak-anak angklumg serimg mengisi acara karang taruna,"ucapnya.

Seiring perjalaman waktu, Ima bersama murid-murid mulai sering tampil di pelbagai acara. Sejak saat itu eskul angklung hasil didikannya mulai banyak dikenal terutama oleh instansi-instansi pemerintahan. Mereka mulai terlibat dalam pentas-pentas musik tradisional termasuk menjadi pembuka acara pemecahan rekor MURI pemain angklung terbanyak.
"Anak anak dari SD Cigugur tengah yang menjadi pembuka acaranya," kata dia.

Undangan untuk tampil di berbagai kesempatan acara mulai berdatangan.  Ima bersama murid-muridnya bahkan sempat diundang ke Jakarta menjadi salah satu pengisi acara di sana. Untuk memenuhi undangan ke luar kota, Ima bahkan mengeluarkan biaya dari uang pribadi.

"Pertengahan Juni lalu kita pernah diundang untuk tampil di Jakarta dalam acara ABK. Kita  berangkat 14 orang  termasuk anak ABK. Di sana kita juga sempat bertemu Bu Atalia (istri wali kota Bandung). Bu Atalya juga mengapresiasi penampilan kita," katanya.

Tak hanya Ima bersama murid-muridnya juga sering mengikuti berbagai perlombaan kesenian. Sederet penghargaan pun berhasil diraih Ima dan anak-anak didiknya.

"Tapi buat Saya, prestasi bukan dari beberapa banyak piala. Kalau saya anak tampil di depan orang banyak aja luar biasa," ujar dia dengan mata yang berkaca-kaca.

Ima mengungkapkan, sekolahnya bahkan sempat dikunjungi oleh tamu dari Rusia dan Swedia. Mereka berkunjung untuk misi kunjungan budaya. "Kami saling mempelajari kebudayaan masing masing," kata guru yang pernah mewakili Kota Cimahi dalam Lomba Kreativitas Guru pada Juni 2015 silam.

Ima mengungkapkan sebelumnya begitu sulit untuk bisa tampil di kota sendiri. Sehingga anak didiknya lebih banyak tampil di Kota Bandung.

"Di Cimahi mah awalnya ga pernah dilirik. Sekolah yang biasa tampil  itu SD-SD unggulan. SD kayak kita ga dilirik. Saya bahkan sampai sakit hati. Waktu itu Saya dan murid-murid saya sudah latihan. Awalnya kita sudah diizinkan untuk tampil di HUT Cimahi. Udah latihan eh dibatalkan ga jadi tampil. Alasannya katanya bukan sekolah yang biasa tampil," ujar Ima mengenang .

Namun saat ini Ima berhasil membuktikan bahwa niat tulusnya untuk membawa anak-anak didiknya terutama untuk ABK tidak lagi dipandang sebelah mata. Dia ingin menunjukan bawa ABK memiliki potensi luar biasa.

"Ada beberapa yang potensi yang bisa digali dari musik. Jadi jangan lihat kekurangannya, tetapi potensinya harus digali," katanya.

Sejumlah undangan untuk tampil menjadi pengisi acara sudah diterimanya. Ima ingin anak didiknya bisa lebih semakin berkembang. Sebab melihat anak didiknya tampil di atas panggung sudah menjadi sebuah kebanggan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

"Senang sekali Saya bisa melihat anak-anak lebih maju lagi. Kesempatan mereka menjadi lebih banyak juga sekaligus mengubah stigma masyarakat bahwa jangan meremehkan potensi anak," ungkapnya.

Beragan kabar baik pun mulai Ia dengar. Anak berkebutuhan khusus hasil didikannya rupanya mengalami berbagai kemajuan dari aktivitas keseniannya.

"Jadi ada anak tunagrahita kan harus didampingi psikolog. Psikolognya bilang bahwa anak ABK yang sekolah di sini banyak mengalami kemajuan seperti dari cara berkomunikasi menjadi lancar, kemudian dia bisa menangkap apa yang dikatakan lawan bicaranya. Jadi ketika saya terapkan ke musik, dari situ saya tahu bahwa musik adalah kuncinya," ujarnya.

Tag Terkait