Mahasiswa Asia-Afrika dikenalkan pada tradisi ngabuburit
Bandung.merdeka.com - Ngabuburit atau menunggu waktu buka puasa menjadi tradisi yang selalu dilakukan tiap Ramadan oleh masyarakat Sunda khususnya yang ada di Bandung. Tradisi ini dikenalkan pada mahasiswa dari Asia dan Afrika lewat acara "Ramadan di Asia dan Afrika" di Museum KAA, Bandung.
"Ini adalah acara alternatif menunggu waktu berbuka puasa, ngabuburit yang positif melalui diskusi dan pemutaran film tentang kahidupan muslim di beberapa negara Asia Afrika," kata Kepala Museum KAA Thomas Ardian Siregar, Jumat (24/6).
Thomas berbicara di hadapan mahasiswa yang menghadiri acara tersebut, antara lain mahasiswa dari Nigeria, Kenya, Tunisia, Palestina, Pakistan, dan Thailand selain mahasiswa Indonesia.
Dalam kesempatan itu mahasiswa dari Tunisia, Nigeria, dan Somalia menjadi narasumber diskusi. Di sela acara diskusi, salah seorang hadirin dari Indonesia, Heppi Septian, menanyakan tradisi yang ada setiap Ramadan di negara-negara Afrika.
"Apakah di Afrika ada tradisi yang berbeda saat Ramadan? Kalau di kita, di masyarakat Sunda ada tradisi ngabuburit, kemudian kulinernya ada kolek candil. Bagaimana di Tunisia, Nigeria dan Somalia," kata Heppi.
Salah seorang mahasiswa dari Tunisia, Mohan, menjawab bahwa Ramadan di Tunisia sama dengan di Indonesia, yakni menjalankan puasa selama sebulan. Hanya saja yang membedakan adalah faktor budaya.
Di Tunisia, kata dia, tentu tidak ada istilah ngabuburit. Tapi ada kegiatan mengisi Ramadan dengan istilah lain. Di Tunisia juga tidak ada kolek candil. Sedangkan kuliner khas Ramadan adalah daging unta dan susu unta.
"Tiap Ramadan kami biasanya makan unta dan minum susunya. Secara umum makanannya tak ada beda dengan sehari-hari. Tentu budaya Ramadan kami berbeda dengan di Indonesia," jelas Mohan yang juga mahasiswa Universitas Pasundan Bandung.
Diskusi tersebut ditutup dengan buka puasa bersama. Sejumlah mahasiswa asing langsung dikenalkan pada kuliner kahas puasa, termasuk kolek candil yang rasanya manis dan segar.