Ini penjelasan Bank Indonesia untuk uang Rupiah tahun emisi 2016

Oleh Farah Fuadona pada 17 Januari 2017, 11:25 WIB

Bandung.merdeka.com - Menyikapi sejumlah respons publik atas rilis dan peredaran uang Rupiah Tahun Emisi (TE) 2016 yang menimbulkan kontroversi. Berikut sejumlah penjelasan terkait yang diberikan oleh Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat.

Kepala Divisi Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Mikael Budisatrio mengatakan, perihal gambar pahlawan dalam uang Rupiah TE 2016 adalah tokoh yang tidak dikenal.

"Pemilihan pahlawan dalam uang edar telah melakukan kajian mendalam dan lintas sektor serta telah sesuai prosedur yang diatur UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang," ujar Mikael kepada Merdeka Bandung, Selasa (17/1).

Di sisi lain, semua foto atau gambar Pahlawan Nasional RI di Arsip Kementerian Sosial (Kemensos) RI yang telah melalui proses penelaahan sejarah, akademik, hingga kearifan budaya lokal.

Dengan demikian, pencantuman gambar pahlawan pada Rupiah melewati proses yang panjang. Penentuan siapa dan bagaimana gambar Pahlawan Nasional pada uang Rupiah telah dikoordinasikan dengan Kemensos RI, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, sejarawan, akademisi, tokoh masyarakat, bahkan hingga ahli warisnya.

Keseluruhan proses telah jelas dan tegas mengatur tentang pertimbangan jasa para pahlawan yang akan masuk mata uang. Jadi tidak benar jika pahlawan tersebut adalah subjektivitas para pihak serta tokoh yang tidak dikenal.

Kemudian gambar pahlawan Tjut Meutia yang seharusnya mengenakan penutup kepala atau kerudung. Seperti diketahui, Provinsi Aceh memiliki Perda Nomor 11 Tahun 2002 Pasal 13 yang mengatur pemakaian busana Islami bagi pemeluk Islam. Tjut Meutia merupakan salah satu pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia dari Aceh (hidup tahun 1870 - 1910).

"Munculnya foto Tjut Meutia pada uang emisi tahun 2016 adalah mengacu gambar yang resmi disimpan Kemensos RI sebagai gambar Pahlawan Pejuang Kemerdekaan Indonesia dari Provinsi Aceh," jelasnya.

Jadi, sekalipun sudah ada Perda No 11 Tahun 2012 (yang belum mencakup kehidupan Aceh tempo dulu), namun foto diambil merujuk dokumen negara yang syah dari Kemensos RI.

"Lalu warna Rupiah mirip uang di negara lain. Dengan merujuk mata uang terutama di Jepang, Malaysia, Singapura, Thailand atau China, pemilihan warna Rupiah menggunakan skema Munsell. Yakni untuk pecahan dengan angka depan sama, digunakan warna yang berbeda secara kontras," papar dia.

Selain itu, dengan gradasi dan kombinasi yang sekilas tampak aneh tetapi secara detil ternyata unik. Maka ini akan semakin mempersulit para calo Rupiah palsu untuk melakukan pekerjaan kotor mereka.

Jadi selain sesuai tren global, pemilihan warna murni sepenuhnya melindungi masyarakat dari kerugian atas praktik uang palsu.

Selanjutnya, isu tentang Rupiah tahun emisi 2016 tidak dicetak di Perum Peruri. Pihaknya mengatakan Perum Peruri tetap mencetak Rupiah. Pencetakan Rupiah harus dilakukan di dalam negeri dengan menunjuk BUMN sebagai pelaksana pencetakan sesuai UU tentang Mata Uang Pasal 14 yang mengatur bahwa seluruh Rupiah dicetak di BUMN, yaitu Perum Peruri.

Munculnya informasi ada perusahaan lain adalah missleading. Yang benar adalah adanya salah satu pemasok bahan dan proses pengadaan kertas uang yang sudah melalui sistem tender yang telah memenuhi peraturan dan tata kelola usaha Bank Indonesia.

Jadi fakta sebenarnya Bank Indonesia secara langsung memantau pencetakan oleh Perum Peruri sejak bahan kertas masuk hingga uang hasil cetakan diserahkan ke BI.

"Soal isu simbol terlarang di uang Rupiah yaitu palu arit, itu bukan palu arit, itu logo Bank Indonesia. Logo ini juga bagian dari lambang identitas dan bisa saja dipalsukan oleh calo Rupiah. Sekali lagi, agar tak merugikan masyarakat dari praktik pemalsuan ada teknik rectoverso," kata Mikael.

Rectoverso berarti bolak-balik. Jadi untuk lembaran kertas, recto adalah sisi yang satu dan verso adalah sisi satunya lagi. Teknik rectoverso dalam mata uang adalah menampilkan sebagian logo, tulisan atau gambar pada satu sisi dan menampilkan bagian lainnya pada sisi satu lagi. Namun saat diterawang akan tampil bentuk aslinya sebagai satu kesatuan yang utuh.

Teknik ini sebenarnya sudah digunakan sejak tahun 1993 dengan berbagai cara. Di uang Rupiah tahun emisi 1999 sampai dengan 2014, teknik tersebut digunakan ketika melihat logo BI terpotong dalam bentuk radial, persegi, persegi panjang, atau irisan menyilang.

Dan untuk tahun emisi 2016, Bank Indonesia menggunakan teknik rectoverso yang diterapkan pada Rupiah TE 2001, yaitu rectoverso yang lebih acak daripada bentuk radial atau persegi. Jadi huruf B dan I tersisa tinggal lengkungan dan garis lurusnya saja.

Teknik ini selain bukan sesuatu yang baru, juga digunakan pada mata uang Euro, Baht, Won, dan Pound. Jadi tidak benar bahwa ada logo palu arit di uang tersebut.

Tag Terkait