Polisi segera tangkap pelaku pengeroyokan yang tewaskan Rico

user
Mohammad Taufik 27 Juli 2017, 15:04 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo mengatakan pihaknya akan bekerja cepat segera mengusut siapa pelaku pengeroyokan Ricko Andrean (22). Hal itu ditegaskan Hendro kepada wartawan usai melayat ke rumah duka yang berada Jalan Jembar I RT 05 RW 03 Nomor 11, Kelurahan Cicadas, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung.

"Saya sudah memerintahkan Kasatserse dengan jajaran serta Kapolsek Gedebage. Setelah pemakaman kita akan bekerja cepat untuk bisa mengidentifikasi siapa pelaku yang melakukan pengeroyokan ini," ujar Hendro.

Hendro mengatakan kepolisian telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Dari hasil olah TKP tersebut, pihaknya telah mendapatkan beberapa petunjuk.

"Kemarin sudah melakukan pengecekan TKP kembali, TKP itu di pintu S B3. Sudah melaksanakan olah TKP, mencari bukti-bukti dan ada beberapa petunjuk yang sudah didapatkan," katanya.

Selain itu, lanjut Hendro, pihaknya juga telah memeriksa sejumlah saksi. Sedikitnya ada 5 saksi yang telah diperiksa, yakni para penonton yang berada di GBLA, petugas security dan anggota polisi yang berjaga di stadion.

"Beberapa saksi akan kita lakukan pemeriksaan karena almarhum ini ke Stadion GBLA tidak sendiri, ada beberapa rekannya bersama-sama. Akan kita lakukan interogasi, berita acara pemeriksaan. Semoga ada hal-hal yang bisa kita jadikan untuk mengungkap siapa identitas para pelaku ini," ujarnya.

Hendro pun menyampaikan duka cita atas meninggalnya salah satu bobotoh Ricko Andrean.

"Semoga khusnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan. Mohon doanya cepat atau lambat pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya scara hukum untuk diproses di Polrestabes Bandung," katanya.

Tewasnya Rico memantik keprihatinan sejumlah tokoh. Bila kemarin Wali Kota Bandung yang membesuk Rico di RS, kini keprihatinan datang dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dia menyesalkan kembali jatuhnya korban tewas akibat fanatisme suporter.

Tewasnya Rico Andrean (22) menandakan adanya pergeseran dari fanatisme kini menjadi ideologi. Bak teroris politisi Golkar tersebut menyebutnya.

"Jadi kekerasan yang dilakukan atas nama keyakinan terhadap kelompok suporter atau terhadap klub itu kategorinya sama kayak terorisme," kata Dedi Mulyadi usai menghadiri dialog kebangsaan Pancasila dan Budaya, di Kampus Unpar.

Dia mengatakan, sejatinya olahraga dan instrumen lain harusnya bisa fokus pada pencapaian prestasi, bukan anarki. Menjunjung tinggi sportivitas tidak seharusnya keributan terjadi, apalagi sampai harus menelan korban tewas seperti halnya Rico.

Sekadar diketahui‎, Rico dikeroyok sejumlah bobotoh seusai laga Persib Bandung kontra Persija Jakarta, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kota Bandung, Sabtu lalu. Rico tuding sebagai salah satu pendukung Persija atau Jak Mania.

Rico mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya dan juga gegar otak.‎ Lima hari kritis di Rumah Sakit Santo Yusuf, pemuda 22 tahun itu mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis (27/7) pukul 10.15 WIB. ‎"‎Nah, kalau ginikan bahaya. Kita lihat kalau liat baju viking harus digebukin. Ada yang baju Persija digebukin. Kan bahaya," katanya.

Dia menyatakan, pergeseran fanatisme menjadi ideologi itu memang berdampak pada kebencian. Ambil contoh, kelompok-kelompok radikal yang saat ini menganggap kepolisian sebagai thogut atau kafir. Penyerangan itu menjadi serupa dengan apa yang dilakukan kelompok suporter satu dengan suporter lainnya.

"Kan hampir sama dengan pencekokan pada terorisme. Kalau ada tanda-tanda kafir seperti ini dia harus dibunuh. Kalau polisi harus ditembak. Kan sama bukan?," katanya. Dia menyebut apapun alasannya kekerasan mengatasnamakan apapun tidaklah dibenarkan di Indonesia. "Menurut saya tindakan apapun yang di dalamnya kekerasan itu dilarang di indonesia.‎"

Dia menyarankan, manajerial fans di Indonesia harus segera dibenahi. Bukan cuma tanggung jawab Menteri Pemuda dan Olahraga saja, tapi beberapa Kementerian lainnya juga harus sama-sama turut mengatasinya. "Bukan hanya menteri olaharga, menteri agamanya turun, menteri polhukamnya turun karena bahaya. Ini bisa turunan.‎ Psikologinya harus turun," ujarnya.

Kredit

Bagikan