Belajar konsisten dari teater tertua di Bandung

user
Farah Fuadona 11 Februari 2016, 11:19 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Tampil konsisten mungkin menjadi hal yang paling sulit dilakukan baik di dunia seni maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sudah banyak komunitas atau individu yang “gugur” karena menjalankan konsistensi atawa berkelanjutan.

Nah, konsistensi juga sangat penting bagi generasi muda yang berkarya. Untuk belajar konsistensi ada baiknya kita berkaca kepada yang senior atau pendahulu kita di mana mereka telah banyak memberi contoh gerakan yang konsisten.

Salah satunya yang patut ditiru adalah kelompok teater Studiklub Teater Bandung (STB). Kelompok teater Bandung ini sudah berdiri sejak 1958. Selama 57 tahun hingga kini kelompok ini masih konsisten menggelar pementasan. Usia setengah abad bisa terus berkarya bukanlah prestasi kecil.

Ketua STB, Sutardjo Wiramihardja, menuturkan STB bisa tampil hingga kini tentu tidak lepas dari jatuh bangun. Tetapi kendala itu bisa diatasi dengan semangat dan perencanaan yang matang.

“(Kunci kita) pertama karena gemar dan senang. Lalu bikin organisasi yang bagus, paling tidak secara struktur punya pluang jangka panjang,” kata pria 77 tahun yang sudah menjadi Ketua STB sejak 1972.

Di kalangan seni peran, nama STB sudah tidak asing lagi. Kelompok ini sebenarnya sudah dirintis sejak 1957. Waktu itu para pendiri sering mengikut kegiatan seni rupa ITB, pementasan atau sekedar bekumpul dan berdiskusi.

Dalam perjalanannya, STB memainkan naskah teater lokal maupun saduran dari naskah luar negeri. Di antaranya Kereta Kencana, sebuah saduran sastrawan WS Rendra dari naskah Kursi-kursi (1952) karya Eugene Ionesco, sastrawan asal Rumania yang besar di Paris, Prancis.

Tokoh sentral STB adalah Suyatna Anirun (alm), yang lebih dari 40 tahun ia membesarkan kelompok teater ini. Suyatna kemudian disebut satu dari enam orang empu teater Indonesia selain Teguh Karya, WS. Rendra, N. Riantiarno, Putu Wijaya, dan Arifin C. Noer.
 
Suyatna meninggal di Bandung 4 Januari 2012. Sepeninggalnya sang maestro, STB tetap eksis di tangan generasi penerus termasuk istri Suyatna, Yati Sugiyati SA.
 
Sutardjo menambahkan, dirinya dan beberapa pendahulu STB sudah tua, sudah saatnya melanjutkan tongkat estafet kepada generasi muda. “Kita tunjuk-tunjuk (penasehat) saja, kita sudah tua,” ujarnya seraya terkekeh.

Kredit

Bagikan