Saung Angklung Udjo bisa mendunia berkat kesederhanaan

user
Mohammad Taufik 17 Juli 2016, 11:25 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - Udjo Ngalagena membangun Saung Angklung Udjo (SAU) di atas kesederhanaan. SAU kemudian dikenal wisatawan dalam negeri hingga mancanegara. Hingga muncul istilah wisata ke Bandung kurang lengkap jika tidak mengunjungi SAU.

Dalam buku "Udjo: Diplomasi Angklung" yang ditulis Sulhan Syafeii, SAU awalnya hanya sebuah lahan sempit dengan halaman bersumur.

"Tahun 1968, turis mancanegara pertama berkunjung ke SAU. Mereka adalah turis Prancis berjumlah 6 orang," demikian Sulhan Syafeii menulis dalam bukunya.

Seiring perjalanan waktu, semakin banyak orang yang mengunjungi SAU. Hingga akhirnya lahan sempit bersumur itu tidak mampu lagi menampung tamu lebih banyak lagi.

Pertunjukan pun akhirnya harus dipindahkan ke rumah yang berada selang satu rumah dari SAU dengan halaman yang lebih luas. Soal perluasan ini, sebelumnya Udjo pernah mendapat firasat.

Dalam firasatnya dikatakan bahwa pada tahun 1970-an, 100 meter tanah arah utara dari rumahnya akan menjadi miliknya. "Nanti 100 meter ke utara dari rumah kita bakal jadi milik kita," cerita Udjo seperti dikutip dalam buku yang diterbitkan Grasindo 2009.

Dan, ternyata ramalan tersebut sekarang terbukti. Pembuktian ini tentu lewat kerja keras. Dengan susah payah Udjo bisa memiliki sebidang tanah di Jalan Padasuka, Bandung, tempat SAU sekarang berada.

Dia sampai harus menjual baju dan meminjam sejumlah uang kepada kakaknya. Lahan seluas 150 meter persegi didapatnya dari kakak sang istri, Aki Sahater.

Perluasan SAU tidak lepas dari peran sang istri. Di usia 20 tahun, Udjo menikah dengan Uum Sumiati pada 1949. Uum Sumiati asli Padasuka.

Sulhan Syafii menulis, "hal ini menjadi sangat menguntungkan bagi Udjo dan SAU, terutama saat memperluas tanah SAU ke belakang dan ke samping."

Meskipun SAU mampu membangun tempat “mewah,” Udjo berkeyakinan bahwa sederhana dan tradisional itu bernilai jual tinggi di mata wisatawan asing yang sudah terbiasa bahkan cenderung jenuh dengan kemewahan.

"Para wisatawan asing itu membutuhjan hal yang unik atau aneh, serta pastinya tidak dapat dijumpai di negara asalnya."

Kredit

Bagikan