Berkesenian ternyata bisa mencegah anak terjerumus geng motor
Bandung.merdeka.com - Seni diyakini bisa menghindarkan remaja dari perilaku negatif, geng motor misalnya, yang akhir-akhir ini kembali marak di Bandung. Maka orangtua pun disarankan menyalurkan waktu luang anak-anaknya dengan berkesenian.
"Kesenian bisa membentuk karakter anak, bukan hanya membentuk secara fisik, tetapi spiritual pun bisa disentuh dengan berkesenian. Seni kan berkaitan dengan rasa, sedangkan rasa bagian dari spiritual," kata seniman tari tradisional Mas Nanu Muda di Papuri Pendopo, Bandung, Senin (20/6).
Menurut dia, ada nilai-nilai ruhani yang terkandung dalam kesenian. Misalnya kesenian Sunda mulai dari seni tari, suara atau kawih, hingga karawitan atau musik gamelan. Semua kesenian tersebut bersumber dari kearifan lokal.
Dosen tari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung ini menjelaskan, para karuhun (nenek moyang) tidak sembarangan dalam mencipta seni. Mereka memasukkan nilai-nilai spiritual dalam gerak, vokal / kawih, dan gamelan.
"Kan sekarang anak banyak tawuran, terlibat geng motor, itu karena kurang terdidik secara rohani. Nah seni dapat menuntun anak muda ke arah rohani," katanya.
Ia menilai, anak-anak atau remaja saat ini banyak mengisi waktu dengan bermain yang sifatnya hiburan. Berbeda dengan berlatih kesenian, selain ada unsur permainan juga ada pendidikan karakternya. Pendidikan karakter sendiri terabaikan dalam sistem pendidikan.
"Misalnya ngabuburit (tradisi menunggu berbuka puasa), banyak yang mengisinya dengan bermain tanpa makna. Beda dengan latihan kesenian, minimal akan berkenalan dengan teks-teks kesenian, mengenal rasa," paparnya.
Banyak juga anak muda yang mengisi waktunya dengan bermain game atau gadget. Kegiatan ini dinilai akan membuat otak anak lelah. Sementara game yang dimainkan biasanya penuh dengan kekerasan dan kebrutalan.
"Dengan kesenian anak muda akan terhindarkan dari hal-hal yang sifatnya kontak fisik atau kekerasan. Seni justru mengajarkan kepekaan dan ketajaman jiwa, belajar berinteraksi sosial, bertoleransi dan berdemokrasi," kata Nanu.
Seni berusaha menyeimbangkan aktivitas otak kiri dan kanan. Di sekolah anak-anak cenderung belajar menggunakan otak kiri. Maka perlu diseimbangkan dengan berkesenian.
Nanu sendiri sedang menggelar Pesantren Seni untuk anak tingkat TK sampai SMA. Anak-anak akan dikelompokkan sesuai dengan minat dan kemampuannya dalam kesenian. Dalam pesantren ini anak yang suka nyanyi akan memilih seni kawih, yang senang alat musik akan belajar gamelan, sedangkan yang suka nari akan dilatih tari.
"Jadi akan terbaca kemampuan anak. Anak yang bernyanyi akan belajar mengikuti iringan gamelan, begitu juga yang menari. Dalam proses ini sebenarnya ada nilai-nilai toleransi dan demokrasi," katanya.