Ibu muda cantik ini menang lomba puisi Majelis Sastra Bandung 2016
Bandung.merdeka.com - Tak disangka, ibu muda yang bekerja sebagai karyawati sebuah bank BUMN ini gemar menulis puisi. Salah satu puisinya bahkan menjuarai Lomba Menulis Puisi Majelis Sastra Bandung (MSB) 2016.
Namanya Novia Rika. Ibu satu anak ini berada di urutan pertama dalam pengumuman pemenang Lomba Menulis Puisi MSB 2016 yang diumumkan awal April lalu.
Puisi Novia Rika dinilai mampu menangkap makna tema lomba, yakni 'Kondisi Indonesia Saat Ini'.
Rois Amr (ketua) MSB, Kyai Matdon, mengatakan Novia Rika mengirimkan dua puisi pada hari-hari terakhir pendaftaran, salah satunya puisi berjudul 'Orangutan Liar' yang kemudian menjadi pemenang lomba.
Novia menyelipkan uang pendaftaran di antara lembar puisinya.
"Mohon maap uang pendaftarannya diselipkan, karena mau transfer ditolak terus, semoga tidak terlambat," kata Matdon, menirukan kata pengantar yang ditulis Novia dalam pendaftaran, Minggu (10/4).
Selanjutnya, panitia memberikan nomor urut sesuai urutan pengiriman. Nomor urut ini kemudian menggantikan nama-nama peserta saat tiba di meja dewan juri. Total ada 69 peserta yang mengirimkan 160 puisi.
Para juri menilai puisi peserta lomba murni berdasarkan isi puisi. Selama sepekan, juri yang terdiri dari Heri Maja Kelana, Dian Hartati dan Topik Mulyana sela berdebat melakukan penilaian.
"Awal April lalu setelah perdebatan sengit, keluarlah Novia Rika sebagai pemenang pertama," kata Matdon.
Dalam menafsirkan puisi Novia, Matdon mengatakan beberapa tahun terakhir ini isu lingkungan kencang mencuat. Pertumbuhan populasi yang kian pesat memicu permasalahan sosial yang pelik. Dari mana manusia dapat mencukupi kebutuhan hidupnya kalau bukan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, apalagi Indonesia memiliki warisan alam berlimpah ruah?
"Namun saat ini hutan sudah banyak berkurang, sungai menyusut, sawah mengerucut, musim simpang siur, hutan terbakar dan makhluk hidup lainnya terpinggirkan. Akan menjadi perdebatan mana yang harus diprioritaskan, manusia atau alam," kata Matdon, mengacu pada puisi Novia.
Tidak dapat dipungkiri, lanjut dia, manusia perlu memanfaatkan alam untuk bertahan hidup. "Tetapi melalui puisi ini saya ingin mengingatkan kembali bahwa terdapat konsekuensi atas tindakan kita terhadap alam," katanya.
Saat ini, sambung dia, manusia mungkin bisa hidup makmur dari kekayaan alam. Hanya saja langkah-langkah kurang bijak dalam pemanfaatan dan pelestarian alam akan mewariskan kehancuran bagi generasi yang akan datang.
"Manusia hidup dari alam, dan manusia punya hak untuk memanfaatkannya. Namun alam dan segala makhluk di dalamnya, juga punya hak untuk hidup dan terus lestari. Mari jaga lingkungan kita, bahkan dari hal-hal sederhana," ajaknya.
Novia merupakan perempuan asal Tangerang. Penelusuran Merdeka Bandung, ia memiliki akun Facebook Novia Rika dan mengelola https://oldpaperscent.wordpress.com/ yang berisi seabreg puisi.
Di Wordpress-nya, ia menuliskan pandangannya pada puisi. "Aku ingin menuliskan semua puisiku yang mewakili masa lalu dan harapanku. Masa muda dan masa kiniku. Aku hanya ingin mengingat tawa dan tangisku, cinta dan benciku. Mungkin suatu saat nanti bila anakku sudah besar dia akan membaca puisi-puisiku. Entah bangga atau menertawakanku. Setidaknya, dia bisa merasakan seperti apa isi hati ibunya di antara aroma kertas usang," tulis Novia.
Berikut adalah puisi 'Orangutan Liar' karya Novia:
"Orangutan Liar"
tubuhnya gemetar, mendengar suara
dari bawah
kubah gambut tanah susut kering
ia merasakan pergerakan suhu
dari bawah
kuburan jalinan fibrik, hemik, saprik
bulu terpapar cakram surya
hutan tumbang tak memberi naungan
malam tak lebih aman
api tanah gambut
menyala kembali selepas hujan
melihat binatang kalang kabut
dari asap dan api
satu per satu tumbang di makam alaminya
kulit terbakar
daging merah berdarah
setengah hidup
mata bulat coklatnya mengundang kenang
menghembus petualangan masa kecil
yang mana bayi-bayinya tak kan dapat mengecap
ketika hidup liar itu bebas
berayun dari pohon ke pohon
beradu berburu
cahaya hidup orangutan ini
melayu bersama hutan dan sesemakan
terbakar bagai santapan perayaan
menyerpih jadi abu
menutup pohon dan sesemakan lainnya, dengan abu
tanah bicara
semak merengkuh luka-luka
menjadi rangkai hiasan di makamnya
tiada waktu mengucap selamat tinggal
meski cintanya terus bertahan
untuk bayinya dalam pengungsian
di bawah belas kasih segelintir manusia
Puisi tersebut ditulis Novia di Tangsel, 9 Maret 2016.