Cerita Panji, warisan Nusantara kembali dibangkitkan
Bandung.merdeka.com - Di Timur Tengah kita mengenal ada kisah 1001 malam. Sastra epik yang lahir pada Abad Pertengahan. Kumpulan cerita ini mengisahkan tentang seorang Ratu Sassanid, Scheherazade yang menceritakan serantai kisah-kisah menarik pada sang suami, Raja Shahryar, untuk menunda hukuman mati atas dirinya.
Kisah-kisah ini diceritakannya dalam waktu seribu satu malam. Setiap malam Scheherezade mengakhiri kisahnya dengan akhir menegangkan sehingga sang raja pun selalu menangguhkan perintah hukuman mati pada diri Scheherazade.
Di dalam kisah itu diceritakan oleh Scheherazade tentang tokoh-tokoh berbeda dengan alur cerita menarik. Setting tempat juga berbeda-beda, mulai dari; Baghdad, Basrah, Kairo, dan Damaskus sampai ke China, Yunani, India, Afrika Utara dan Turki.
Bila di Timur Tengah ada kisah 1001 malam, maka di Nusantara sebenarnya tidak kalah. Di sini ada cerita rakyat populer sejak berabad-abad silam, yakni Cerita Panji. Nah, Cerita Panji semalam didiskusikan di Kota Bandung dengan tema: Mendiskusikan Panji, sebagai bagian dari kebudayaan nusantara yang nyaris dilupakan generasi saat ini.
Dalam diskusi yang digelar di Galeri Abun, Bandung, Selasa (19/01), itu disebutkan bahwa Panji adalah kebudayaan tersendiri. Cerita-cerita Panji tidak hanya ditemukan pada tari topeng panji, tetapi juga pada cerita rakyat, sastra, relief-relief di candi, wayang dan patung.
Tokoh Panji ditemukan dalam dongeng Keong Mas, Ande-ande Lumut dan cerita-cerita rakyat lainnya. Adanya bukti-bukti sejarah itu menunjukkan bahwa Panji bukan sekadar tari topeng atau cerita rakyat. Maka diskusi 'Mendiskusikan Panji' berusaha membedah bagaimana budaya Panji di Indonesia dengan narasumber Toto Amsar Suanda, pakar tari Topeng Cirebon dan Henri Nurcahyo penulis buku Konservasi Budaya Panji.
Henri Nurcahyo bahkan menduga tokoh Panji bukan fiktif mengingat banyak bukti-bukti sejarah tentang tokoh tersebut. Berdasarkan penelusurannya, ia menemukan ada 20 candi di Indonesia yang mengabadikan Panji dalam bentuk relief dan patung.
Selain itu, dia juga menemukan 80 naskah Cerita Panji di Perpustakaan Nasional, 200 lebih naskah Cerita Panji di Belanda, bahkan di Galeri Sumadja ITB terdapat patung Panji yang berasal dari Candi Selokelir, serta patung Candrakirana di Museum Nasional.
Cerita Panji sendiri berasal dari Jawa Timur di masa Kerajaan Kediri Hindu (abad ke-11). Cerita ini berisi kisa cinta antara Panji Asmarabangun dan Candrakirana. "Di masa Majapahit Cerita Panji kemudian menyebar sampai ke luar negeri," kata Henri, dalam diskusi yang dipandu oleh penulis lepas Heru Hikayat. Diskusi ini dihadiri puluhan orang, anak muda maupun para sepuh.
Dalam penyebarannya, Cerita Panji menjadi banyak versi meski ceritanya tetap berpusat pada percintaan dua tokoh Panji dan Candrakirana. Cerita ini sampai ke Malaysia, Kamboja, Burma, Myanmar, Laos, Filipina, hingga Thailand.
"Bahkan di Malaysia, cerita Panji Semerang difilmkan pada 1961," terang penulis buku Memahami Budaya Panji.
Ia yakin, penyebaran Cerita Panji sebagai upaya melawan dominasi budaya India lewat kisah Mahabarata dan Ramayana. "Majapahit memakai Cerita Panji sebagai tandingan atas hegemoni India waktu itu," katanya.
Sayangnya, sambung Henri, dewasa ini Cerita Panji mulai dilupakan. Ia khawatir Cerita Panji justru malah diklaim negara tetangga. "Panji terasing di negaranya sendiri. Sementara di Thailand menjadi bacaan anak-anak sekolah. Bahkan di Malaysia sudah difilmkan," katanya.
Ia berharap, ke depan ada komunitas yang khusus mendalami Cerita Panji. Saat ini Cerita Panji diusulkan menjadi warisan kebudayaan dunia ke Unesco, PBB.