Digitalisasi Bumdes yang Terus Meluas Beri Banyak Kemudahan

user
Endang Saputra 23 Agustus 2021, 16:14 WIB
untitled

Bandung.merdeka.com - PT Telkom Indonesia memiliki banyak program yang memberikan kemudian bagi banyak daerah. Di antaranya adalah Smart Village Nusantara atau SVN. Banyak daerah yang telah merasakan manfaat dari SVN ini.

Salah satu daerah yang merasakan manfaat aplikasi ini ada di Desa Palasari. Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Nana Mulyana mengatakan, aplikasi SVN yakni simpeldesa membuka peluang penambahan pendapatan warga desa yang melakoni usaha mikro. Khususnya dalam penyediaan jasa pembayaran mulai dari listrik, pulsa, dan sebagainya.

Menurut dia, sejak menggunakan simpeldesa dua bulan lalu, transaksi harian dari Mitra BUMDes yakni warung kelontongan atau warga yang membuka jasa pembayaran tersebut berada di kisaran 10 transaksi per hari dengan skema bagi hasil keuntungan 70 persen untuk mitra dan 30 persen untuk BUMDes.

"Selain pembayaran, kami juga sudah punya usaha sewa kursi lipat yang jumlahnya sudah mendekati 200 buah. Juga, menjadi mitra pemasok susu sapi perah ke KPSBU di Kecamatan Lembang dengan kepemilikan enam sapi dari BUMDes," kata Nana dari berita tertulis diterima Merdeka Bandung.

Nana mengatakan, aplikasi simpeldesa dalam pemberdayaan ekonomi memang masih merintis. Akan tetapi, untuk layanan administrasi kependudukan, smart government, sudah sangat terasa manfaatnya bagi warga dengan 20 persen dari total 3.614 penduduk menggunakannya.

"Tinggal masalah mengubah kebiasaan saja karena belum semua warga mau dan terbiasa menggunakan aplikasi digital. Menu yang ada juga harapannya bisa adopsi untuk usaha kursi lipat dan susu sapi perah, agar lebih meluas penggunaannya ke depan," beber dia.

Sementara itu, Direktur BUMDes Sambimulyo di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta, Giyatno mengatakan, pengelolaan obyek wisata Tebing Breksi menjadi lebih mudah setelah menggunakan eLok (Elektronik Loket) yang disokong program SVN.

"Sebelumnya kami hitung semua pemasukan manual, tapi itu merepotkan. Setelah gunakan eLok, berapa pemasukan tiket harian keliatan langsung, berapa dari parkir bisa dicek di dashboard, sehingga transparansi langsung tercipta," jelas dia.

Hal ini sangat penting. Sebab, pendapatan asli desa (PAD) dari obyek wisata di desanya sudah cukup signifikan. PAD tahun 2019 mencapai Rp1,2 miliar per tahun, padahal desa ini sebelumnya masuk desa miskin mengacu data BPS tahun 2010 dengan pendapatan Rp10 juta per tahun.

Selain itu, seiring meluasnya desa wisata di Indonesia, destinasi di desanya berkembang ke empat unit penginapan lengkap ruang pertemuan di Balkondes Sambirejo. Dalam waktu dekat, akan dikembangkan Watu Payung yang menjadi spot menarik melihat sunrise dan sunset.

Giyatno mengatakan, destinasi ini akan bertambah dengan wisata budaya yang sudah eksis sejak lama di wilayah tersebut sekalipun tidak di bawah pengelolaannya. Seperti Candi Ijo, Candi Barong, Candi Nigiri, Candi Dawung, Sumur Bandung, dan peninggalan sejarah lainnya.

"Digitalisasi itu kebutuhan karena segalanya tercatat rapih dan mudah dicek. Kendala utamanya ya masih di pandemi karena tempat wisata belum bisa buka, sehingga pendapatan 2020 turun ke Rp400 juta dan tahun ini malah belum sampai Rp200 juta dari Januari sampai Agustus," katanya.

Kredit

Bagikan