4 Perusahaan tambang pasir ilegal di Garut & Sumedang ini ditutup
Bandung.merdeka.com - Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Barat menghentikan empat penambangan pasir ilegal yang ada di Kabupaten Garut dan Kabupaten Sumedang. Penghentian penambangan dilakukan karena memang perusahaan tersebut diduga tak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
"Jadi ada empat (dihentikan). Karena empat-empatnya tidak memiliki izin usaha pertambangan," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Senin (7/8).
Yusri menyebut tiga lokasi penambangan ilegal di Kabupaten Garut itu ditemukan di Kecamatan Tarogong Kaler. Penambangan pasir tersebut dilakukan di kaki Gunung Guntur. "Itu masuk zona merah, karena rawan longsor, menurut BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika)," terangnya.
Penambangan itu, lanjut Yusri, berlangsung kurang lebih tiga bulan dengan menggunakan ekskavator. Material hasil penambangan dijual dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu per truk untuk pasir, dan Rp 375 ribu per truk untuk batu.
Sedangkan satu lokasi lainnya berada di Sungai Cihonje, Dusun Kementeng, Desa Cieunteung, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang. Modus yang dilakukan para perusahaan penambang tersebut dilakukan dengan cara penambangan batu sungai. Batu digiling oleh stone crusher yang berjarak 100 meter dari sungai, dan dijual kepada konsumen.
Kepala Subdit IV Ditkrimsus Polda Jawa Barat AKBP Dony Eka Putra menambahkan, tambang-tambang pasir ilegal tersebut memang beroperasi di daerah kawasan rawan bencana (KRB). Diduga kuat tambang-tambang pasir tersebut ikut andil dalam peristiwa banjir bandang yang menerjang sebagian wilayah Kabupaten Garut.
"Nilai kerugian masih kita hitung. Tambang-tambang ini memang berdiri di lokasi zona merah rawan longsor," ujarnya.
"Tambang-tambang ini tidak punya izin usaha penambangan. Dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga menyatakan tambang-tambang ini tidak punya izin. Kita sudah periksa 12 saksi dan lokasi tambang kita police line," kata dia menambahkan.
Dia melanjutkan, pihaknya masih melakukan penyidikan terkait penambangan ilegal tersebut. Perusahaan perusahaan tambang tersebut menurutnya bisa saja menyalahi pasal 158 Undang undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 10 miliar.